Kupang (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Ahmad Atang mengatakan pemilihan kepala daerah (pilkada) harus mengakomodir hak politik rakyat agar terbebas dari rasa ketakutan dan tetap berpartisipasi dalam pilkada serentak pada 9 Desember 2020 mendatang di saat pandemi COVID-19 kemungkinan belum berakhir.
Dia mengatakan hal itu di Kupang, Sabtu (30/5) berkaitan dengan keputusan pemerintah dan DPR untuk tetap melaksanakan pilkada serentak 2020, walaupun belum ada jaminan bahwa penyebaran Virus Corona jenis baru (COVID-19) akan berakhir dan dampaknya terhadap partisipasi pemilih.
Menurut dia, skenario pilkada berbasis virtual yang dirancang, sama sekali belum menyentuh kepentingan masyarakat sebagai pemilih.
Rancang bangun pilkada virtual, kata dia, masih mengatur aspek yang mengakomodir kepentingan penyelenggara dan peserta pilkada seperti kampanye, dialog, pemutakiran data pemilih, namun belum mengatur tentang hak politik masyarakat dalam memberikan suara di tengah COVID-19 ini.
Karena itu, perlu didesain model pemilihan yang mengakomodir hak politik rakyat agar terbebas dari ketakutan dan tetap berpartisipasi dalam pilkada, kata pengajar ilmu komunikasi politik pada sejumlah perguruan tinggi di NTT itu.
Terlepas dari itu, suatu hal yang patut diapresiasi adalah adanya keberanian pemerintah dalam mengambil keputusan, sehingga nasib pilkada menjadi jelas walaupun di tengah ancaman penyebaran Virus Corona jenis baru (COVID-19), katanya.
"Ibarat buah simalaka karena di satu sisi, jika diundur hingga 2021 pun tidak ada yang bisa menjamin bahwa COVID-19 akan berakhir, begitu pula jika dilaksanakan pada bulan Desember mendatang," katanya.