Flores, Pulau Panas Bumi

id panas bumi

Flores, Pulau Panas Bumi

Salah satu sumber panas bumi di Flores, Nusa Tenggara Timur

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral menetapkan Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, sebagai Pulau Panas Bumi (Flores Geothermal Island).
Kupang (Antara NTT) - Pada Juni 2017, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral menetapkan Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, sebagai Pulau Panas Bumi (Flores Geothermal Island).

Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 2268 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi karena memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber listrik maupun sumber non-listrik.

Surat Keputusan Menteri ESDM ini juga didukung dengan telah disusunnya peta jalan (road map) Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi.

Penyusunan peta ini dikerjakan oleh ARUP, sebuah firma profesional kelas dunia berkantor pusat di London, Inggris yang merupakan konsultan internasional dan didukung oleh World Wide Fund (WWF).

Penyusunan peta jalan ini merupakan salah satu hasil kerja sama kajian strategis panas bumi yang telah ditandatangani pada tanggal 19 Agustus 2015 antara Pemerintah Indonesia dan Inggris.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT Boni Marasina mengatakan penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi bukan tanpa alasan karena Pulau Flores memang memiliki potensi panas bumi yang luar biasa, tetapi belum digarap.

Potensi geothermal tersebar di 16 titik di Pulau Flores, yakni di Waisano, Ulumbu, Wai Pesi, Gou-Inelika, Mengeruda, Mataloko, Komandaru, Ndetusoko, Sokoria, Jopu, Lesugolo, Oka Ile Ange, Atedai, Bukapiting, Roma-Ujelewung, dan Oyang Barang.

Hingga saat ini, hanya potensi panas bumi Ulumbu dan Mataloko yang sudah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dengan total kapasitas terpasang sebesar 12,5 MW.

Pulau Flores memiliki potensi panas bumi dengan total 902 MW atau 65 persen dari potensi panas bumi di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Potensi itu, belum termasuk pembangkit listrik tenaga arus laut yang akan dikembangkan di Selat Gonzalu --selat yang menghubungkan Larantuka dengan Pulau Adonara di Kabupaten Flores Timur.

Karena itu, dia berharap, keputusan Flores sebagai Pulau Panas Bumi dapat ditindaklanjuti, sehingga mampu meningkatkan rasio elektrifikasi di provinsi berbasis kepulauan itu.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengungkapkan dengan penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi ditargetkan pemenuhan kebutuhan listrik dasar di wilayah tersebut berasal dari energi panas bumi.

"Dibandingkan dengan `demand-nya` (1,8 juta jiwa penduduk), kan masih lebih besar `supply-nya`. Jadi lebih besarnya itu menjadikannya sebagai percontohan penggunaan energi bersih, khususnya geothermal," kata Rida, seperti yang dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM.

Proyek pertama yang akan dikembangkan di Pulau Flores adalah wilayah Waisano. Waisano dipilih berdasarkan hasil survei Badan Geologi (Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi) yang telah dianalisis sebelumnya oleh tenaga ahli World Bank.

Dana yang digunakan untuk mengembangkan Waisano adalah dengan menggunakan dana Geothermal Fund. Dana tersebut berasal dari hibah World Bank sebesar 55,25 juta dolar Amerika Serikat dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Rp3 triliun.

Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Yunus Saefulhak menjelaskan dana yang digunakan dari Geothermal Fund itu, digunakan sebagai mitigasi eksplorasi.

Dengan demikian, biaya yang dikeluarkan dapat dikembalikan para pengusaha dan dapat diputar kembali untuk melakukan pembiayaan eksplorasi di wilayah lainnya (revolving fund).

"Biaya eksplorasi untuk panas bumi memang cukup tinggi, mengingat biaya eksplorasi yang dibutuhkan untuk pengembangan 1 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) sekitar 20-25 juta dolar AS," ucapnya.

Selain sebagai pulau percontohan untuk pemanfaatan listrik, geothermal di Flores juga dapat dimanfaatkan untuk pembentukan geopark. Apalagi hasil sampingan dari geothermal ini dapat digunakan untuk pembangunan geopark.

"Geopark ini tentu dapat menjadikan Pulau Flores sebagai salah satu tempat wisata yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar," ujar Yunus.

Energi Terbarukan
Jika penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi ini benar-benar diimplementasikan, maka NTT akan dijuluki sebagai "Flores Geothermal Island" dan Pulau Ikonik Energi Terbarukan atau Sumba Iconic Island (SII).

"Jadi nantinya di NTT akan ada Pulau Panas Bumi (Geothermal Island) dan Pulau Ikonik Energi Terbarukan (Iconic Island)," kata Boni Marasina.

Julukan ini pantas diberikan untuk NTT mengingkat sejak 2010 Pulau Sumba sudah dijadikan sebagai daerah percontohan penggunaan listrik energi terbarukan atau Sumba Iconic Island.

Sejak diinisiasi pada 2010 hingga saat ini, implementasi pengembangan energi terbarukan di Pulau Sumba telah mencapai kapasitas terpasang pembangkit berbasis energi terbarukan sebesar 5,87 MW.

Kapasitas terpasang itu terdiri dari instalasi pembangkit listrik tenaga (PLT) mikrohidro, PLT Surya, solar water pumping, PLT Bayu, biomassa, biogas, tungku hemat energi, dan jaringan distribusi.

Sampai dengan 2014, Ditjen EBTKE juga melakukan dukungan terhadap Program SII dengan melakukan pembangunan infrastruktur energi terbarukan.

Infrastruktur yang dibangun antara lain satu unit PLT mikrohidro dengan kapasitas 32 KW, enan unit PLTS terpusat, 464 unit PLTS tersebar, lima unit PLTB, satu unit PLT biomassa kapasitas 30 KW, 220 unit digester biogas, 2.200 unit tungku hemat energi yang diserahkan kepada masyarakat.

Selain itu, ada PLTMH La Au dengan kapasitas 13 KW yang dibangun oleh Bank BNI bekerja sama dengan Hivos.

Listrik yang dihasilkan pembangkit tersebut langsung disalurkan kepada masyarakat (off-grid) dan dikelola oleh kelompok masyarakat, katanya menambahkan.

Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM menargetkan 100 persen kebutuhan listrik di Pulau Sumba pada 2025 terpenuhi dari energi baru dan terbarukan.

"Potensi energi baru terbarukan di Sumba itu sangat banyak. Energi matahari, daerah savana yang sangat luas, energi angin. Belum lagi biomassa, air, dan lainnya," kata Rida Mulyana.

Dia menyebut program SII telah menunjukkan berbagai kemajuan penting. Indikator utama dalam Program SII, antara lain tingkat rasio elektrifikasi, kapasitas terpasang pembangkit listrik energi terbarukan, dan sarana energi terbarukan lainnya.