Dinkes Sikka tangani 4.010 anak yang alami kekerdilan

id NTT,Kabupaten Sikka,Dinas Kesehatan Sikka,stunting,kekerdilan

Dinkes Sikka tangani 4.010 anak yang alami kekerdilan

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka Petrus Herlemus. (ANTARA/HO-Dinkes Kabupaten Sikka)

...angka kekerdilan di Sikka tercatat terus menurun selama tiga tahun terakhir yakni pada 2019 di angka 25 persen sementara per Februari 2021 menjadi 19,6 persen dengan jumlah penderita masih ditangani saat ini sebanyak 4.010 orang anak

Kupang (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur masih menangani sebanyak 4.010 anak yang mengalami kekerdilan (stunting) yang tersebar pada hampir semua kecamatan di daerah itu.

"Di Sikka masih ada 4.010 anak mengalami stunting yang kami tangani. Pada Agustus-September ini kami lakukan pengukuran ulang dan kami yakin jumlahnya akan menurun setelah berbagai intervensi dilakukan," kata Kepala Dinas Kesehatan Sikka Petrus Herlemus ketika dihubungi dari Kupang, Senin, (30/8).

Ia mengatakan hal itu berkaitan dengan kasus kekerdilan yang menimpa anak-anak di Kabupaten Sikka, Pulau Flores, serta bagaimana upaya penganan dari pemerintah daerah setempat.

Petrus Herlemus menjelaskan angka kekerdilan di Sikka tercatat terus menurun selama tiga tahun terakhir yakni pada 2019 di angka 25 persen sementara per Februari 2021 menjadi 19,6 persen dengan jumlah penderita masih ditangani saat ini sebanyak 4.010 orang anak.

Ia menyebutkan strategi penanganan yang dilakukan yakni dengan memperkuat sinergitas lintas sektor di tingkat desa hingga kabupaten.

Dinas Kesehatan, kata dia menerapkan metode Kolombia yakni metode penanganan stunting melalui intervensi asupan gizi makanan bagi anak usia di bawah 2 tahun dengan telur ayam sebagai sumber protein utama.

"Uji coba metode Kolombia ini sudah kami mulai di 2020 dengan tingkat keberhasilan sekitar 96 persen," katanya.

Setelah uji coba, pihaknya mengadopsi metode tersebut dengan membuat satu referensi menu seimbang yang sama untuk diberikan kepada setiap desa yang dipantau langsung melalui puskesmas setempat.

Ia menjelaskan melalui metode Kolombia ini, anak-anak mengkonsumsi satu butir telur dalam satu hari selama enam bulan berturut-turut.

Upaya ini berbeda dengan penanganan stunting sebelumnya secara terputus-putus. "Ada yang satu bulan anggaran, dua bulan, tiga bulan, jadi tidak maraton," katanya.

Baca juga: Mendagri pelototi APBD untuk prioritaskan penurunan "stunting"

Petrus Herlemus menambahkan penanganan kekerdilan tidak boleh harus berkesinambungan, oleh sebab itu pihaknya akan terus menerapkan metode Kolombia untuk menuju target zero stunting di Sikka pada 2023.

Baca juga: Kepala daerah diminta manfaatkan TKDD turunkan stunting

"Upaya advokasi ke desa juga terus berjalan, juga pemantauan anak-anak stunting sehingga penanganan kami fokus dan terarah," katanya