Kupang (AntaraNews NTT) - Kodim/1604 Kupang, Nusa Tenggara Timur berhasil mengamankan 26 calon TKI ilegal dari daerah ini yang hendak diberangkatkan ke Kalimantan oleh seorang calo bernama Zakarias.
"Sebenarnya ada 31 orang, namun dari 31 orang itu lima orang di antaranya masih balita berusia antara 2-5 tahun," kata Perwira Seksi Intelegen Kodim 1604 Kupang Kapten Inf Ketut Dharmadi kepada wartawan di Kupang, Kamis.
Ia mengatakan 26 calon TKI ilegal yang diamankan bersama lima balita itu adalah mereka yang akan diberangkatkan pada pukul 06.00 Wita menggunakan salah satu maskapai penerbangan nasional.
Namun berkat laporan dari masyarakat dan Babinsa setempat akhirnya pada pukul 04.00 Wita anggota Kodim 1604 Kupang berhasil mengamankan di salah satu penginapan di kota Kupang.
"Selain calon TKI kami juga berhasil menahan seorang calo bernama Zakarias asal Kabupaten Belu yang memang bertugas membawa para calon TKI itu," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan dari 26 calon TKI itu dua di antaranya adalah mereka yang berasal dari Kabupaten Kupang, sementara sisanya berasal dari Kabupaten Belu.
Selanjutnya, 26 calon TKI beserta bayinya akan langsung diserahkan ke Dinas Tenaga Kerja Provinsi NTT untuk diproses lebih lanjut, baik itu dipulangkan atau diberikan pelatihan.
"Pagi ini Disnakertrans Provinsi akan membawanya. Tugas kita hanya mengamankan saja, karena kita tak ingin nanti diperbudak di Kalimantan atau juga bisa saja dibawa ke Malaysia," ujarnya.
Sementara itu seorang calon TKI ilegal bernama Theodora mengaku dirinya dan suaminya direkrut oleh Zakarias dengan tujuan bekerja di salah satu kebun kelapa sawit di Kalimantan.
Namun saat diajak untuk bekerja dirinya dan suaminya hanya dimintai Kartu Tanda Penduduk tanpa dokumen lainnya.
"Bahkan kami juga tidak diberitahu berapa gaji kami perbulan dan PT dan CV apa yang akan menerima kami bekerja," katanya menambahkan.
Kodim/1604 Kupang amankan 26 calon TKI ilegal
"Sebenarnya ada 31 orang, namun dari 31 orang itu lima orang di antaranya masih balita berusia antara 2-5 tahun," kata Ketut Dharmadi.