Jakarta (ANTARA) - Film "Penyalin Cahaya" karya dari sutradara Wregas Bhanuteja mengangkat isu tentang kekerasan seksual. Menurutnya masalah tersebut sudah darurat dan penting untuk disuarakan melalui medium film.
Wregas mengatakan kasus kekerasan seksual sering disepelekan oleh masyarakat. Bahkan, para korban atau penyintasnya sering mendapat stigma negatif dan tidak mendapat dukungan.
Bagi Wregas, situasi ini sudah sangat darurat dan perlu untuk disuarakan. Film pun menjadi medium yang tepat dan efisien guna meningkatkan kepedulian.
"Kasus ini seringkali membawa hal yang menyakitkan bagi penyintas seperti kesehatan mental, trauma, depresi, itu banyak muncul karena dia tidak dipercaya. Begitu dia bercerita, dia tidak mendapat dukungan, dia disanksikan diragukan, seolah apa yang dialami itu mengada-ada dan bagian dari kewajaran," ujar Wregas dalam jumpa pers pada Kamis (2/9).
"Sekarang itu darurat kekerasan seksual di mana banyak penyintas yang memadamkan kisah mereka karena lingkungan tidak mensupport. Jadi saya rasa film ini harus hadir untuk membangkitkan awareness akan pentingnya menyuarakan soal kekerasan seksual," lanjut Wregas.
Dalam proses pembuatan ceritanya, Wregas melakukan riset dari berbagai macam berita tentang kekerasan seksual serta cerita orang-orang di sekitarnya. Ia juga terinspirasi pada kisah Baiq Nuril yang justru dituntut balik karena melaporkan kasus kekerasan seksual yang menimpanya.
Semua cerita ini kemudian dirangkum dan menjadi permasalah inti dari karakter Sur yang diperankan oleh Shenina Cinnamon.
"Kisah-kisah ini kita rangkum dan pilih, kita tajamkan untuk menjadi dasar dari yang dialami Sur. Yang paling kuat tentu saja Sur yang melawan sistem yang tidak mendukung penyintas untuk mengungkap kebenaran," kata Wregas.
"Penyalin Cahaya" sendiri masuk dalam program kompetisi utama New Currents di ajang Busan International Film Festival (BIFF) 2021 dan akan melakukan World Premiere di salah satu festival film terbesar di Asia tersebut.
Bagi Wregas, keberadaan festival film Busan sebagai tempat untuk penayangan perdana "Penyalin Cahaya". Dengan demikian, isu tentang kekerasan seksual dapat dengan mudah disebarkan kepada masyarakat dunia.
"Saya menganggap festival film adalah pengeras gaung dari komunikasi kita. Busan adalah festival film terbesar di Asia di mana film-film dari seluruh dunia dipresentasikan berarti film kita tidak hanya disaksikan oleh orang Indonesia saja," ujar Wregas.
"Akhrinya film kita yang penting disuarakan isunya ini enggak cuma di Indonesia tapi dunia. Busan International Film Festival adalah salah satu target untuk menggaungkan suara itu," imbuhnya.
"Penyalin Cahaya" bercerita tentang mengenai Sur yang harus kehilangan beasiswanya karena dianggap mencemarkan nama baik fakultas usai swafotonya dalam keadaan mabuk beredar.
Sur tidak mengingat apapun yang terjadi pada dirinya malam itu. Ini adalah kali pertama Sur datang ke pesta kemenangan komunitas teater di kampusnya, dan mendapati dirinya tidak sadarkan diri.
Sur meminta bantuan Amin, teman masa kecilnya, seorang tukang fotokopi yang tinggal dan bekerja di kampus, untuk mencari tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada dirinya di malam pesta.
Film ini dibintangi oleh Shenina Cinnamon, Chicco Kurniawan, Lutesha, Jerome Kurnia, Dea Panenda dan Giulio Parengkuan.
Baca juga: Film "Dune" siap tayang di Festival Venesia
Baca juga: Film "Selesai" dinilai merendahkan perempuan
Film "Penyalin Cahaya" suarakan darurat kekerasan seksual
...saya rasa film ini harus hadir untuk membangkitkan awareness akan pentingnya menyuarakan soal kekerasan seksual