Kasus Montara sebuah pengkhianatan HAM

id Gregor

Kasus Montara sebuah pengkhianatan HAM

Antropolog Budaya dari Unwira Kupang Pater Gregor Neonbasu SVD, PhD (ANTARA Foto/dok)

"Bapak Presiden Jokowi meski membicarakan ini secara serius sebagai bentuk penghormatan harga diri manusia NTT yang hingga saat ini masih menderita akibat pencemaran itu," ujar Pater Gregor Neonbasu.
Kupang (AntaraNews NTT) - Antropolog Budaya dari Universitas Widya Mandira (Unwira) Pater Gregor Neonbasu SVD, PhD berpendapat kasus pencemaran Laut Timor akibat meledaknya anjungan minyak Montara pada 2009 lalu merupakan sebuah penghianatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

"Ini (Kasus Montara) sebuah penghianatan terhadap HAM. Sudah sembilan tahun dampak meledaknya minyak itu masih menyisahkan penderitaan bagi masyarakat di Timor Barat, Nusa Tenggara Timur," katanya kepada Antara di Kupang, Kamis.

Rohaniwan Katolik itu mengemukakan tidak hanya masyarakat di Timor Barat (sebutan untuk daerah-daerah di Pulau Timor bagian barat yang berbatasan dengan negara Timor Leste), dampak pencemaran minyak di Laut Timor itu telah menimbulkan penderitaan mendalam bagi warga-warga di pesisir pulau-pulau di selatan Nusa Tenggara Timur.

Meledaknya kilang minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor pada 21 Agustus 2009 itu, katanya, masih dirasakan dampaknya hingga saat ini. 

Baca juga: MUI harapkan Jokowi bahas Montara dengan Australia

"Kerugian ekonomi sudah pasti ada karena mereka kehilangan sumber mata pencaharian di laut, selain itu banyak pula menderita berbagai penyakit sebagai dampak langsung pencemaran itu," kata Ketua Dewan Riset Daerah (DRD) NTT itu.

Neonbasu berharap ada progres pembicaraan yang serius di tingkat pemerintahan antarnegara (Indonesia dan Australia) agar persoalan yang sudah hampir sepuluh tahun berlalu itu menemukan titik terang penyelesaiannya.

"Bapak Presiden Jokowi meski membicarakan ini secara serius sebagai bentuk penghormatan harga diri manusia NTT yang hingga saat ini masih menderita akibat pencemaran itu," ujarnya.
Meledaknya kilang minyak Montara di Laut Timor pada 21 Agustus 2009. (Foto Ist)

Sementara itu, pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan membentuk Montara Task Force (Satgas Montara) yang akan mengambilalih kasus pencemaran minyak di Laut Timor itu.

"Satgas Montara yang dibentuk pada 13 Agustus 2017 itu bertugas memonitor, mencermati dan berdialog dengan semua pihak untuk menyelesaikan kasus tumpahan minyak di Laut Timor secara menyeluruh," kata Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Montara Ferdi Tanoni.

Ia mengatakan sikap tegas Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dengan membentuk Montara Task Force itu untuk mendorong Australia agar bisa bekerja sama dalam mencari solusi penyelesaian kasus Montara.

Baca juga: Meneropong kelanjutan penyelesaian kasus Montara

"Lembaga ini juga merupakan representasi dari pemerintah dan rakyat korban Montara agar kasus pencemaran yang sudah berjalan delapan tahun lebih ini, segera diselesaikan," kata mantan agen imigrasi Australia itu.

Ia menjelaskan Menteri Luar Negeri Australia telah memberikan respons yang positif terhadap permintaan Luhut Binsar Pandjaitan, dan memberikan tanggapan positif terhadap permintaan rakyat korban melalui sebuah surat tertanggal 7 Februari 2018.

Dengan demikian, lanjutnya, Montara Task Force harus segera dan secepatnya mengambialih seluruh urusan kasus pencemaran Laut Timor secara menyeluruh dan tuntas.