Ombudsman NTT dorong standarisasi tarif angkutan logistik
...Standarisasi tarif diperlukan agar tidak ada pihak yang menetapkan harga sewenang-wenang yang berdampak pada mahalnya harga bahan pokok di pasar
Kupang (ANTARA) - Kepala Ombudsman Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur Darius Beda Daton mendorong pemerintah provinsi agar melakukan standarisasi tarif angkutan logistik dari pelabuhan menuju wilayah dalam Kota Kupang.
"Standarisasi tarif kontainer atau trucking diperlukan karena tarif yang tidak terkontrol menjadi salah satu pemicu naiknya harga barang," katanya ketika dikonfirmasi di Kupang, Kamis, (25/8/2022).
Ia mengatakan standardisasi tarif ini juga dibahas dalam pertemuan dengan pengusaha bahan pokok di Kota Kupang, Hengky Moarloanto, yang juga pemilik UD Panca Sakti, pemasok telur yang mengusai sekitar 60 persen pasar di Pulau Timor.
Beda Daton menjelaskan saat ini layanan pelabuhan PT Pelindo III Cabang Tenau Kupang sudah cukup baik dengan waktu tunggu bongkar muat lebih cepat menggunakan dua unit crane yang beroperasi 24 jam.
Namun, persoalan yang dikeluhkan para pengusaha berkaitan dengan angkutan logistik dari Pelabuhan Tenau menuju ke dalam wilayah Kota Kupang dengan tarif yang mahal.
Ia mencontohkan harga peti kemas 20 feet yang mengangkut barang 20 ton dengan jarak tempuh 10 kilometer mencapai hingga Rp4 juta.
"Karena itu standarisasi tarif diperlukan agar tidak ada pihak yang menetapkan harga sewenang-wenang yang berdampak pada mahalnya harga bahan pokok di pasar," katanya.
Lebih lanjut, Beda Daton mengatakan pihaknya juga menyambut baik usulan pihak Pelindo agar ada peraturan daerah yang mengatur tarif per zonasi sebagaimana terjadi pelabuhan daerah lain di luar NTT.
Baca juga: Ombudsman dukung pembangunan integritas BPN Kupang menuju WBK-WBBM
Cara ini, menurut dia, minimal bisa menekan tarif angkut dan laju inflasi di NTT yang dominan disumbang dari sektor transportasi dan komoditas telur ayam.
Ia juga menegaskan harga komoditas bahan pokok tidak boleh disepakati oleh satu atau dua pengusaha sehingga menyerupai kartel.
Baca juga: Ombudsman NTT dorong pembenahan layanan perkara Polres Kota Kupang Kota
"Monopoli seperti itu tidak boleh terjadi karena akan memberatkan masyarakat NTT yang angka kemiskinan penduduknya masih berada pada angka 20 persen atau lebih dari 1 juta orang," katanya.
"Standarisasi tarif kontainer atau trucking diperlukan karena tarif yang tidak terkontrol menjadi salah satu pemicu naiknya harga barang," katanya ketika dikonfirmasi di Kupang, Kamis, (25/8/2022).
Ia mengatakan standardisasi tarif ini juga dibahas dalam pertemuan dengan pengusaha bahan pokok di Kota Kupang, Hengky Moarloanto, yang juga pemilik UD Panca Sakti, pemasok telur yang mengusai sekitar 60 persen pasar di Pulau Timor.
Beda Daton menjelaskan saat ini layanan pelabuhan PT Pelindo III Cabang Tenau Kupang sudah cukup baik dengan waktu tunggu bongkar muat lebih cepat menggunakan dua unit crane yang beroperasi 24 jam.
Namun, persoalan yang dikeluhkan para pengusaha berkaitan dengan angkutan logistik dari Pelabuhan Tenau menuju ke dalam wilayah Kota Kupang dengan tarif yang mahal.
Ia mencontohkan harga peti kemas 20 feet yang mengangkut barang 20 ton dengan jarak tempuh 10 kilometer mencapai hingga Rp4 juta.
"Karena itu standarisasi tarif diperlukan agar tidak ada pihak yang menetapkan harga sewenang-wenang yang berdampak pada mahalnya harga bahan pokok di pasar," katanya.
Lebih lanjut, Beda Daton mengatakan pihaknya juga menyambut baik usulan pihak Pelindo agar ada peraturan daerah yang mengatur tarif per zonasi sebagaimana terjadi pelabuhan daerah lain di luar NTT.
Baca juga: Ombudsman dukung pembangunan integritas BPN Kupang menuju WBK-WBBM
Cara ini, menurut dia, minimal bisa menekan tarif angkut dan laju inflasi di NTT yang dominan disumbang dari sektor transportasi dan komoditas telur ayam.
Ia juga menegaskan harga komoditas bahan pokok tidak boleh disepakati oleh satu atau dua pengusaha sehingga menyerupai kartel.
Baca juga: Ombudsman NTT dorong pembenahan layanan perkara Polres Kota Kupang Kota
"Monopoli seperti itu tidak boleh terjadi karena akan memberatkan masyarakat NTT yang angka kemiskinan penduduknya masih berada pada angka 20 persen atau lebih dari 1 juta orang," katanya.