Merujuk pada buku Fatherless America: Confronting Our Most Urgent Social Problem karya Blankenhorn (1995), anak yang tumbuh di dalam keluarga tanpa adanya sosok ayah, bisa menyebabkan komplikasi sosial, seperti berpotensi menjadi pelaku kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga, dan kehamilan remaja.
Hal tersebut umumnya terjadi karena anak kehilangan sosok ayah sebagai panutan dan pendamping hidup. Adanya kekosongan peran ayah dalam pengasuhan anak, terutama dalam periode emas, yakni usia 7-14 tahun dan 8-15 tahun, sangat berpengaruh dalam urusan prestasi sekolah.
Memasuki masa pertumbuhannya, anak-anak yang hidup tanpa ayah memiliki potensi terkena masalah mental dan emosional, merasa kurang percaya diri, kurang bisa berbaur dengan teman sebaya, terdampak masalah kesehatan, misalnya psikosomatis, kekerasan fisik, emosional, dan masalah seksual.
Selain itu juga berpengaruh dalam urusan menunjang prestasi di sekolah, antara lain anak sulit konsentrasi, motivasi belajar yang rendah, dan rentan terkena drop out.
Anak yang mengalami ketidakhadiran ayah akan merasakan dampaknya hingga dewasa atau remaja, seperti rendahnya penghargaan atas diri sendiri, merasa minder atau tidak percaya diri, merasa takut, cemas, dan tidak bahagia.
Selain itu anak akan merasa tidak aman secara fisik dan emosional, memiliki kemampuan akademik yang buruk, kelak akan memiliki hubungan yang rumit dengan pasangan, masalah perilaku dan gangguan kejiwaan, berpotensi melakukan kejahatan atau kenakalan remaja, cenderung ingin menikah usia dini, suka merokok dan minum alkohol, serta mencoba obat-obatan terlarang.
Mengasuh anak
Psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Diana Setiyawati mengatakan ada banyak cara agar ayah bisa ikut berperan dalam mengasuh anak, seperti melakukan kegiatan bersama, sering berkomunikasi dengan anak, saling berbagi hal yang disukai, mengasuh anak, memberikan pengarahan, selalu ada untuk anak, dan lainnya.
Dalam hal ini, ayah harus ikut beraktivitas bersama anak karena kegiatan bersama ikut menstimulasi perkembangan kognitif, termasuk cara berkomunikasi antara ayah dan ibu, ikut berperan.
Cara berkomunikasi yang lebih kompleks dengan orang tua menuntut kemampuan bahasa yang lebih tinggi, sehingga bisa menstimulasi perkembangan kognitif anak.
Selain itu, keterlibatan ayah dalam pengasuhan akan mendorong perkembangan fungsi eksekutif lebih optimal. Fungsi eksekutif atau pengambilan keputusan berkaitan dengan kemampuan merencanakan, pengendalian diri, pemecahan masalah, dan perhatian.
Cara mengasuh anak, tentu melibatkan kehadiran ayah secara tatap muka. Pengasuhan juga mempengaruhi perkembangan emosi. Relasi positif antara ayah dan anak akan membantu anak mengembangkan emosi yang matang.
Tak hanya itu, ayah yang memberikan dukungan emosi atau terlibat pengasuhan bisa mengurangi beban pada ibu, sehingga turut mempengaruhi kualitas hubungan antara ibu dan anak.
Keterlibatan ayah juga berpengaruh pada kelekatan anak yang akan mempengaruhi perkembangan kognitif dan sosial. Anak yang tidak mendapatkan pengasuhan dan kehangatan dari sosok ayah akan mudah mengalami kecemasan, kompetensi sosial lemah, dan mengalami kepercayaan diri yang rendah.
Dalam perkembangan moral, ayah berperan penting dalam penanaman nilai individu karena sikap ayah cenderung lebih tegas dan maskulin dari pada ibu.
Peran pemerintah