Artikel - Menjaga martabat diri, mewariskan prestasi pada negeri

id legacy, peninggalan berharga, harta pusaka,warisan tokoh, baharuddin lopa, hoegeng, bj habibie,Artikel hukum Oleh Sizuka

Artikel - Menjaga martabat diri, mewariskan prestasi pada negeri

Ilustrasi korupsi. ANTARA/Ardika/am Hidup adalah tentang sebab dan akibat, maka ciptakanlah sebab yang baik untuk menuai akibat yang baik pula. Karena hidup di dunia hanya sekali, tinggalkanlah legacy!

Hidup adalah tentang sebab dan akibat, maka ciptakanlah sebab yang baik untuk menuai akibat yang baik pula. Karena hidup di dunia hanya sekali, tinggalkanlah legacy...

Status sebagai kejahatan luar biasa memang pantas disematkan pada tindak pidana korupsi. Bagaimana tidak, korupsi menimbulkan daya rusak yang hebat terhadap kualitas hidup rakyat. Seandainya para pejabat dan kepala daerah tidak korupsi, mungkin 25,9 juta penduduk Indonesia tidak perlu menderita kemiskinan dan 6,1 juta balita tidak harus mengalami stunting.

Kejahatan korupsi juga telah menghambat dan menurunkan kualitas pembangunan. Berapa banyak proyek pembangunan yang mangkrak karena anggaran dikorup. Berapa banyak jalan, jembatan, hingga gedung sekolah mengalami kerusakan sebelum waktunya karena kualitas bangunannya buruk akibat dana proyek disunat.

Masih ingin bukti, betapa korupsi ini jahat luar biasa. Manusia bisa tega menyelewengkan dana bencana yang mana para korban sangat membutuhkannya. Dana sosial yang diperuntukkan bagi lansia, warga miskin, balita kurang gizi, dan kalangan kurang beruntung lainnya, juga tak luput dari sasaran penyimpangan.

Sebagai kejahatan luar biasa, pelaku tindak pidana korupsi telah sering diwacanakan untuk mendapat ganjaran hukuman mati. Namun lagi-lagi berhadapan dengan para pejuang HAM yang menentangnya. Pertanyaan yang kemudian muncul, mengapa perspektif HAM tidak memilih berpihak kepada korban? Bukankah pelaku korupsi sudah melanggar HAM jutaan orang, masihkah pantas mereka memperoleh pembelaan atas nama HAM?


Legacy abadi

Hidup itu tentang pilihan, tinggal memilih hidup mulia atau hina. Menjadi pejabat yang mengabdi untuk kepentingan negeri atau mengikuti nafsu duniawi dengan jalan korupsi. Konsekuensi masing-masingnya tentu jelas.

Pejabat adalah orang-orang terpilih yang memiliki keahlian dan keunggulan kompetitif. Kelebihan yang bisa dimanfaatkan untuk berbuat lebih kepada masyarakat. Amanah jabatan semestinya menjadi ladang ibadah bagi mereka yang memiliki wewenang dan kekuasaan untuk membuat kebijakan dan melakukan kebajikan bagi sesama.

Di tangan orang baik, jabatan--yang memberinya kewenangan dan kekuasaan--membuahkan kemaslahatan bagi masyarakat luas. Bahkan hingga sang pejabat telah pergi, kebaikan itu tetap dikenang dan keteladanannya menjadi panutan. Pejabat teladan seperti itu termasuk manusia langka, berikut beberapa di antaranya:

1. BJ Habibie. Dijuluki Bapak Teknologi Indonesia, selama 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto. Salah satu dari sedikit orang jenius yang dimiliki Indonesia. Karya fenomenalnya adalah pesawat N250 Gatot Kaca, yang dia ciptakan saat menjabat Kepala Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN).

2. Baharuddin Lopa. Jaksa Agung jujur nan sederhana, tulus dalam pengabdian. Dalam masa jabatan yang singkat, Barlop--begitu ia akrab disapa--mampu membuat para koruptor ketar-ketir karena sifatnya yang tak kenal takut. Dia segera memerintahkan pulang Sjamsul Nursalim dan Prajogo Pangestu yang sedang dirawat di Jepang dan Singapura untuk diselidiki atas kasus korupsi. Ia juga turut menghadapi kasus yang melibatkan "orang-orang kuat", seperti Akbar Tandjung, Arifin Panigoro, dan Ginanjar Kartasasmita. Barlop juga berani mengusut kasus yang melibatkan mantan Presiden Soeharto.

Di balik sikap garangnya dalam menumpas korupsi, kehidupan Barlop amatlah sederhana. Pejabat negara yang mengumpulkan uang receh dalam celengan untuk bisa merenovasi rumahnya yang sederhana di kampung halaman, Makassar. Saat membutuhkan kendaraan, dia menolak hadiah mobil dari Jusuf Kalla, yang waktu itu masih pengusaha. Ketika JK menawari dengan harga murah pun Barlop menolak, ia mau membayar dengan harga wajar. Terjadilah aksi tawar-menawar, JK (penjual) menurunkan harga sementara Barlop (pembeli) menaikkan harga, sebuah peristiwa tawar-menawar yang aneh.

3. Hoegeng Imam Santoso. Atau biasa disebut Jenderal Hoegeng, polisi paling jujur di Indonesia. K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam kelakarnya menyebut, polisi jujur di Indonesia hanya ada tiga “Polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng”. Saat menjabat sebagai Menteri Iuran Negara (1964-1966), Hoegeng pernah menolak permintaan Presiden Soekarno untuk mempermudah birokrasi impor sejumlah barang guna keperluan pembangunan Wisma Yaso. Dan Bung Karno pun mengalah, jika itu dianggap menyalahi prosedur.

Pada era Orde Baru, Jenderal Hoegeng diangkat menjadi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Pangak) atau Kapolri, ia menolak berbagai fasilitas termasuk rumah dinas dan pengawalan. Dia tidak segan menindak siapa saja yang melanggar hukum sekalipun dekat atau dilindungi pejabat. Hoegeng juga pernah turun tangan membongkar kasus penyelundupan mobil mewah yang melibatkan Robby Tjahjadi, pengusaha yang dikenal dekat dengan polisi, tentara, hingga petinggi Bea Cukai.

Atas potensi kerugian negara Rp716 juta, Robby diganjar hukuman 10 tahun penjara. Tidak lama kemudian, Hoegeng diberhentikan pada Oktober tahun 1971.

Baca juga: Artikel - Pantai Sulamanda, "Ina Huk" bagi Desa Mata Air
 

Di luar tiga nama itu masih ada sejumlah pahlawan tempo dulu yang meninggalkan warisan berharga bagi bangsa Indonesia dan menjadi teladan sepanjang masa. Seperti Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara yang terkenal dengan semboyan: Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani. Kemudian pahlawan emansipasi wanita Kartini yang menuang aspirasi pemberontakannya dalam buku “Habis gelap terbitlah terang”, dan beberapa tokoh besar lainnya.


Baca juga: Artikel - Heru Budi dan contoh baik dalam pelaporan gratifikasi

Legacy, warisan nilai-nilai kehidupan sebagai suri teladan bagi generasi yang ditinggalkan menjadi amal jariyah yang terus mengalirkan berkah bagi sang tokoh meski raganya tak lagi berada di antara kita. Begitu pun aliran doa-doa yang terpanjat untuknya, dan keberkahan yang diwariskan untuk keturunan dan keluarganya tak akan putus.

Hidup adalah tentang sebab dan akibat, maka ciptakanlah sebab yang baik untuk menuai akibat yang baik pula. Karena hidup di dunia hanya sekali, tinggalkanlah legacy!



 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjaga martabat diri, mewariskan prestasi pada negeri