Resensi - Perjalanan cinta sang penulis di "Jatuh Cinta Seperti Di Film-Film"
Yang berat dari berduka itu hidup harus berjalan, padahal kita lagi nggak bahagia...
Cerita Hana dan Bagus tidak akan bergulir di film “JESEDEF” jika suami Hana tidak meninggalkan dunia ini. Di awal pemutaran film, penonton akan diberikan suatu adegan mengharukan saat Hana dengan telaten mengurus suaminya sebelum detik-detik terakhir hidupnya.
Sang suami pun pada akhirnya pergi untuk selamanya dan hanya menyisakan duka mendalam bagi Hana seorang diri. Dengan mantap, Hana berjanji tidak akan pernah mencintai orang lain dan hanya mantan suaminya lah pria terakhir di hidupnya.
Di masa-masa dukanya inilah Hana bertemu kembali dengan Bagus, teman masa sekolahnya dulu. Sama seperti dulu, Bagus merupakan teman yang menyenangkan bagi Hana dan ia pun menceritakan kisah-kisah hidupnya pada Bagus.
Lambat laun, Hana mengetahui bahwa itikad baik Bagus bukanlah sekadar ingin berteman dengannya saja, tetapi lebih. Hana semakin kaget ketika kisah hidupnya dan pertemuannya dengan Bagus telah dibuat dalam naskah film.
Marah, kesal, kecewa, semua bercampur menjadi satu saat Hana mengetahui hal ini. Bahkan, ia belum dapat melupakan mantan suaminya dan masih berduka hingga kini.
“Yang berat dari berduka itu hidup harus berjalan, padahal kita lagi nggak bahagia,” merupakan kutipan saat Hana tidak berani beranjak dari dukanya selepas kepergian sang suami.
Namun, Hana pun semakin mengerti bahwa mengikhlaskan orang-orang yang disayanginya adalah jalan terbaik untuknya. Meneruskan hidup dan menemukan kebahagiaan baru agar hidupnya menjadi lebih berarti.
Film hitam-putih yang menggugah visual penonton