Komnas perempuan harapkan penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM diperpanjang

id Pelanggaran HAM masa lalu,Kekerasan seksual,Komnas Perempuan,Pemulihan korban,pemulihan korban pelanggaran HAM berat

Komnas perempuan harapkan penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM diperpanjang

Paparan yang disampaikan Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin dalam peringatan tragedi Mei 98 dengan tajuk "Pelanggaran HAM Masa Lalu di Persimpangan Jalan", di Jakarta, Senin (13/5/2024). (ANTARA/Anita Permata Dewi)

Dengan ketersediaan waktu yang panjang, proses penyelesaian tersebut dapat dilakukan tanpa terburu-buru dan lebih banyak ruang untuk melakukan pendekatan kepada korban...

Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) berharap pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM yang berat dapat diperpanjang waktunya, termasuk untuk periode kepemimpinan Indonesia berikutnya.

"Dengan ketersediaan waktu yang panjang, proses penyelesaian tersebut dapat dilakukan tanpa terburu-buru dan lebih banyak ruang untuk melakukan pendekatan kepada korban," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin di Jakarta, Senin, (13/5/2024).

Ia mengatakan seluruh langkah pemulihan hak korban perlu dibangun dalam kerangka hak asasi manusia dengan menggunakan instrumen HAM nasional dan internasional serta melibatkan korban secara bermakna.

"Dalam menentukan langkah-langkah yang dilakukan oleh negara dalam hal pemulihan korban pelanggaran HAM berat masa lalu, perlu pelibatan semua pihak secara luas , sistematis dan terstruktur, dan menunjukkan kesungguhan negara dalam melakukannya," katanya.

Dalam proses meminta dan mengumpulkan data korban, pihaknya berharap Tim Pemulihan Korban Pelanggaran (PKP) HAM tidak menimbulkan trauma ulang, memastikan adanya perlindungan saksi dan korban, khususnya memastikan jaminan keamanan bagi korban, utamanya korban kekerasan seksual.

Komnas Perempuan juga memandang kesetaraan substantif diperlukan untuk memastikan agar upaya pemulihan memiliki dampak yang tepat bagi korban.

"Ketika negara memberikan pemulihan kepada korban, perlu berdasarkan sifat dan karakter gender. Negara perlu memastikan mekanisme pemulihan tidak diskriminatif kepada perempuan," kata Mariana Amiruddin.

Hal ini, menurut dia, penting karena dalam beberapa kasus pelanggaran HAM berat, perempuan korban memikul dampak yang lebih berat seperti pengalaman kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender lainnya yang membuat kondisi mereka menjadi lebih rentan.

Baca juga: AS umumkan pembatasan visa baru bagi pejabat Suriah pelanggar HAM

Baca juga: Menteri Hukum dan HAM berikan penghargaan kepada petugas Imigrasi Atambua

Baca juga: Ketum Golkar Airlangga bilang hal biasa soal netralitas Jokowi disinggung di sidang HAM PBB

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Komnas harap penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM, diperpanjang