Labuan Bajo (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) berkomitmen menangani penyebaran kasus rabies di daerah itu, terlebih di Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata super prioritas (DPSP).
"Isu rabies bisa menjadi penghambat pertumbuhan perkembangan pariwisata di Labuan Bajo dan Flores umumnya, karena itu pemda mencoba untuk merumuskan kebijakan agar pemerintah desa juga berperan serta dalam penanganan," kata Wakil Bupati Manggarai Barat, Yulianus Weng di Labuan Bajo, Senin, (10/6).
Ia menyampaikan hal tersebut dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang pemanfaatan dana desa untuk penangkapan rabies dan penyakit infeksi baru lainnya di Manggarai Barat bersama Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) dan tim lintas kementerian di Labuan Bajo.
Yulianus menjelaskan jumlah populasi hewan penular rabies (HPR) pada tahun 2023 mencapai 23.410 yang tersebar di 12 kecamatan di daerah itu.
Vaksinasi, lanjut dia, telah dilakukan kepada sebanyak 16.465 HPR yang telah divaksin oleh Dinas Peternakan Manggarai Barat.
"Sejak Januari-Mei 2024 terdapat sebanyak 138 kasus gigitan serta satu kasus gigitan rabies di Kecamatan Welak dan korban gigitan ini sudah dapat vaksin anti rabies (VAR), sedangkan pada tahun 2023 ada 11 kasus rabies," katanya.
Upaya penanganan rabies, kata dia, harus dilakukan secara kolektif sehingga pemerintah daerah juga melibatkan pemerintah desa dengan mengeluarkan Instruksi Bupati Tahun 2023 tentang Pemanfaatan Dana Desa Untuk Penanganan Rabies di Kabupaten Manggarai Barat.
"Jadi pemerintah desa tidaknya pasif tapi dia juga aktif," katanya.
Selain itu, berdasarkan kajian dan analisis dari dinas terkait, lanjut dia, skema pembayaran rabies ini dirubah dari dana desa menjadi dana bagi hasil yang kemudian dirumuskan ke dalam Peraturan Bupati Nomor 16 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Manggarai Barat Nomor 1 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pengalokasian Bagian Dari Hasil Pajak dan Retribusi Daerah Kepada Desa.
Ia menambahkan, pemerintah desa di daerah itu sudah mengalokasikan sejumlah dana dalam APBDes untuk penanganan rabies, namun yang perlu ditindaklanjuti adalah penyusunan peraturan bupati atau regulasi daerah yang mengatur secara lengkap dan komprehensif mengenai tata cara pengadaannya di desa, karena pemerintah desa saat ini belum memiliki sumber daya untuk hal itu.
"Belum ada orang yang terlatih, punya sertifikat pengadaan barang jasa, sehingga regulasi mungkin menjadi panduan teknis bagi desa, tentu kita berharap semua melalui FGD mampu memberikan sumbang-saran dan akhirnya yang bagus dalam rangka penyusunan regulasi yang dimaksud," katanya.
Adviser Health Security pada AIHSP Anung Sugihantono kegiatan FGD tersebut merupakan inisiasi yang berkelanjutan sejak Mei 2023 untuk konsep
one health yang menjadi platform kegiatan kolaborasi-koordinasi dalam rangka memaksimalkan peran sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan.
Baca juga: Lembata imbau warga laporkan anjing yang belum tervaksin
"Kami mendapatkan banyak hal yang sudah dikomunikasikan baik tingkat kabupaten dan provinsi dan hari ini kita dengar lebih lanjut kesempatan, peluang dan kalau memungkinkan nanti bisa menjadi contoh dari beberapa kabupaten/kota dan atau pemerintah provinsi lainnya berkaitan dengan peran daerah dalam kerangka pencegahan dan pengendalian penyakit, khususnya dengan platform one health," katanya.