Pertemuan Jokowi-SBY Buka Peluang Koalisi

id Koalisi

Pertemuan Jokowi-SBY Buka Peluang Koalisi

Presiden Joko Widodo (kiri) menerima kunjungan Ketua Umum DPP Partai Demokrat yang juga Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka, Kamis (9/3/2017). ((ANTARA FOTO/Setpres))

Peluang koalisi politik ini bisa terjadi karena Partai Demokrat yang dinahkodai Susilo Bambang Yodhoyono tidak mempunyai cukup stamina untuk berada di luar kekuasaan

Kupang, (Antara NTT) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr. Ahmad Atang, MSi berpendapat, pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membuka peluang koalisi politik pada 2019.


"Peluang koalisi politik ini bisa terjadi karena Partai Demokrat yang dinahkodai Susilo Bambang Yodhoyono tidak mempunyai cukup stamina untuk berada di luar kekuasaan," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Rabu.


Dia mengemukakan pandangan itu, terkait makna dibalik pertemuan Presiden Jokowi-SBY dan pengaruhnya terhadap kondisi perpolitikan nasional yang sedang memanas saat ini.


Apalagi, kata dia, Partai Demokrat tidak memiliki kader militan seperti kader-kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).


Karena itu Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat harus mencari sandaran politik untuk bertahan melalui kekuasaan, kata Ahmad Atang.


Disamping itu, untuk kepentingan politik jangka panjang, pertemuan tersebut memberi garansi politik Demokrat ke Jokowi.


Jika ini yang terjadi maka pemerintahan Jokowi-JK relatif stabil, paling tidak selama periode ini.


Jokowi memenuhi janjinya untuk menerima SBY pascaPilkada DKI telah terealisasi beberapa hari yang lalu.


Menurut dia, pertemuan antara presiden dan mantan presiden sebetulnya merupakan seremoni kenegaraan yang biasa saja.


Namun pertemuan keduanya menjadi perhatian publik karena SBY dalam kapasitas sebagai Ketua Partai Demokrat selalu mengeritik Jokowi melalui media sosial, sehingga menimbulkan penafsiran publik atas relasi kedua elit tersebut.


Dalam tataran budaya politik, mestinya SBY bertemu untuk menyampaikan apa yang menjadi konsennya terhadap masalah kebangsaan, bukan melalui media sosial.


Kondisi ini yang kemudian memunculkan opini publik akan adanya misrelasi antara Presiden Jokowi-SBY.


Karena itu, pertemuan keduanya secara politik dapat dibaca bahwa kebekuan komunikasi telah tercairkan.


Dalam teori drama turgi bahwa apa yang tampak dalam panggung depan memperlihatkan adanya keharmonisan, namun boleh jadi keharmonisan tersebut ada konsesi yang dibangun di panggung belakang.


Dalam kaitan ini maka spekulasi publikpun bermunculan yang dikaitkan dengan sikap politik partai Demokrat dalam Pilkada DKI yang memberi isyarat dukungan ke Ahok.


Hal ini bukan isapan jempol karena sebagian elit Demokrat telah mendeklarasikan dukungannya ke Ahok.


Namun untuk kepentingan politik jangka panjang, pertemuan tersebut memberi garansi politik Demokrat ke Jokowi. Jika ini yang terjadi maka pemerintahan Jokowi relatif stabil paling tidak selama periode ini, kata Ahmad Atang menambahkan.