8 daerah di NTT masuk zona merah kepatuhan standar pelayanan publik

id Pelayanan Publik

8 daerah di NTT masuk zona merah kepatuhan standar pelayanan publik

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur Darius Beda Daton, (ANTARA FOTO/Aloysius Lewokeda)

"Dari hasil survei kepatuhan standar pelayanan publik yang kami lakukan di 13 kabupaten/kota di NTT, ada delapan daerah yang masih rendah dengan nilai kepatuhan di bawah 50," kata Darius Beda Daton..
Kupang (ANTARA) - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur mencatat delapan pemerintahan daerah di wilayah provinsi berbasis kepulauan ini tingkat kepatuhan standar pelayanan publiknya masih rendah atau masih berada di zona merah.

"Dari hasil survei kepatuhan standar pelayanan publik yang kami lakukan di 13 kabupaten/kota di NTT, ada delapan daerah yang masih rendah dengan nilai kepatuhan di bawah 50," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Darius Beda Daton ketika dihubungi ANTARA di Kupang, Kamis (5/12).

Kedelapan daerah tersebut yakni Kota Kupang dengan nilai kepatuhan 40,02, Kabupaten Manggarai 45,91, Kabupaten Kupang 40,55, Kabupaten Sumba Barat Daya 39,68.

Kabupaten Flores Timur dengan nilai kepatuhan 39,52, Kabupaten Sumba Timur 24,19, Kabupaten Ende 23,08, dan Kabupaten Sumba Barat 13,01.

Penilaian kepatuhan ini, kata Darius, dilakukan terhadap sebanyak 62 produk layanan administrasi pada masing-masing pemerintah daerah dalam periode Juli-Agustus 2019.

Baca juga: Kepatuhan rendah, pelayanan publik Kota Kupang masih zona merah
Baca juga: Ombudsman harapkan Plaza Pelayanan Publik di Belu disempurnakan


Darius menjelaskan, predikat kepatuhan standar pelayanan publik dikatakan tinggi atau zona hijau apabila berada pada rentang nilai 81-100, predikat sedang atau zona kuning antara 51-80, dan rendah atau zona merah antara 0-50.

"Banyak produk layanan zona merah ini karena hampir semua standar pelayanan tidak mereka terapkan di unit pelayanannya," katanya dan mengharapkan agar pemerintahan setempat segera membenahinya.

Ombdusman RI, lanjut dia, telah menyarankan sejumlah upaya perbaikan di antaranya, memberikan teguran dan mendorong implementasi standar pelayanan kepada para pimpinan unit pelayanan atau organisasi perangkat daerah (OPD) yang produk layanannya mendapat zona merah maupun zona kuning.

Menyelenggarakan program secara sistematis dan mandiri untuk mempercepat implementasi pelayanan publik sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.

Darius mengatakan kewajiban penyelenggara layanan dalam mempublikasikan standar pelayanan publik perlu diawali dengan penyusunan yang melibatkan partisipasi publik, penetapan, dan implementasi standar pelayanan.

Selain itu, kata dia, menunjuk pejabat yang kompeten untuk memantau konsistensi dan peningkatan kepatuhan dalam pemenuhan standar pelayanan publik.

Kemudian mempercepat perbaikan dan peningkatan tata kelola pelayanan yang terintegrasi dengan menerapkan asas pendelegasian wewenang atas produk layanan, dukungan manajemen sumber daya manusia yang profesional serta pemenuhan sarana dan prasarana.

Baca juga: Belu raih penghargaan pelayanan publik dari Ombudsman RI
Baca juga: Masih buruk pelayanan publik di NTT