Kawasan konservasi SAP Selat Pantar ditutup untuk wisatawan

id Perairan Alor

Kawasan konservasi SAP Selat Pantar ditutup untuk wisatawan

Kepala Cabang Dinas DKP NTT untuk wilayah Kabupaten Alor, Saleh Goro (kanan) sedang memberikan materi pada kegiatan sosialisasi bersama nelayan. (ANTARA/Bernadus Tokan)

Menurut Saleh Goro, penutupan kawasan perairan laut ini akan berlangsung hingga 29 Mei 2020, atau bisa diperpanjang tergantung situasi dan perkembangan penyebaran COVID-19.
Kupang (ANTARA) - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah menutup sementara kawasan konservasi Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar dan sekitarnya untuk wisatawan di Kabupaten Alor guna mencegah penyebaran corona virus.

"Penutupan kawasan konservasi ini, untuk mencegah penyebaran virus corona (COVID-19) di wilayah itu," kata Kepala Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTT untuk wilayah Kabupaten Alor, Muhammad Saleh Goro di Kupang, Rabu (8/4). 

"Kami telah menutup kawasan konservasi SAP Selat Pantar dan laut sekitarnya, untuk tidak dikunjungi oleh wisatawan dan semua bentuk aktivitas pariwisata alam perairan," kata Saleh Goro.

Kawasan SAP Selat Pantar dan sekitarnya di Kabupaten Alor, merupakan salah satu destinasi wisata untuk kegiatan pariwisata alam perairan seperti wisata selam, wisata pancing.

Baca juga: Ocean Princess merusak biota laut SAP Selat Pantar
Baca juga: SAP selat Pantar rusak parah akibat kandasnya Ocean Princess


Selain wisata perahu layar, wisata snorkeling, wisata pengamatan dugong, pembuatan foto/video/film komersial, wisata berenang, wisata dan/atau olahraga permukaan air lainnya serta wisata budaya bahari.

Wilayah perairan Alor termasuk dalam wilayah pengelolaan perikanan 537, yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Timor Leste.

Menurut dia, penutupan kawasan perairan laut ini akan berlangsung hingga 29 Mei 2020, atau bisa diperpanjang tergantung situasi dan perkembangan penyebaran COVID-19.

Dia berharap, tidak boleh ada aktivitas apapun di kawasan konservasi tersebut, sampai kawasan tersebut dibuka kembali untuk umum.
Peneliti dalam tim Ekspedisi Pemantauan Terumbu Karang untuk Evaluasi Dampak di Alor dan Flores Timur mengumpulkan data di Waybalun, Kab. Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, pada Maret 2014. (ANTARA FOTO/HO-Efin M/WWF-Indonesia)