BKSDA sebut kura-kura leher ular di Rote Ndao sudah punah

id ntt,kupang,satwa,kura kura leher ular,BKSDA NTT,punah

BKSDA sebut kura-kura leher ular di Rote Ndao sudah punah

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTT, Timbul Batubara. (FOTO ANTARA/Benny Jahang)

Kura-kura leher ular di Rote Ndao itu habitatnya sudah habis
Kupang (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menyebutkan bahwa kura-kura leher ular (Chelonida mccordi) yang menjadi satwa ikonik-endemik Pulau Rote,Kabupaten Rote Ndao sudah punah karena tidak ditemukan lagi di daerah itu.

"Kura-kura leher ular di Rote Ndao itu habitatnya sudah habis," kata Kepala BKSDA NTT Timbul Batubara kepada wartawan di Kupang, Selasa, (11/8) terkait upaya pihaknya dalam mempertahankan populasi kura-kura leher ular di Rote Ndao.

Kura-kurang leher ular yang terdapat di kabupaten terselatan di Indonesia itu merupakan salah satu dari 25 spesies kura-kura yang terancam punah di dunia.

Baca juga: BKSDA kumpulkan 1,3 ton sampah plastik di TWA Camplong

Kura-kura leher ular adalah sejenis kura-kura yang termasuk dalam keluarga Cheloniidae. Mereka hidup di perairan dekat pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Sesuai namanya kura-kura ini memiliki leher yang panjang menyerupai tubuh ular.

Ia mengatakan, BKSDA NTT akan segera memulangkan beberapa ekor kura-kura leher ular dari Singapura untuk dilepasliarkan di Rote Ndao sehingga populasi kura-kura kepala ular bisa ada lagi di daerah itu.
 
Sejumlah anak-anak di Camplong, Kabupaten Kupang, Selasa (11/8/2020) menunjuk gambar kura-kura leher ular yang sudah punah di Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur. (FOTO ANTARA/ Benny Jahang)

"Pada tahun 2020 ini kami akan berupaya memmulangkan beberapa ekor kura-kura leher ular dari Singapura untuk dikembangkan lagi di Rote Ndao sehingga bisa mempertahankan eksistensi populasinya," katanya.

Baca juga: BKSDA NTT melepas liarkan 238 ekor tukik

Sebelum dilepas di Rote Ndao beberapa kura-kura leher ular dari Singapura itu akan dipelihara selama tiga bulan di Kupang untuk adaptasi, demikian Timbul Batubara.