Presidential Threshold Bantu Calon Presiden

id PT

Presidential Threshold Bantu Calon Presiden

Ahmad Atang

"Dengan adanya Presidential Threshold, calon presiden dapat mengatur strategi, menemukan cara dalam membangun kekuatan untuk memenangkan pemilihan," kata Ahmad Atang.
Kupang (Antara NTT) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang berpendapat, pemberlakuan Presidential Threshold dalam UU Pemilu berguna bagi para Calon Presiden untuk mengukur diri, dan mengatur strategi kemenangan.

"Dengan adanya Presidential Threshold, calon presiden dapat mengatur strategi, menemukan cara dalam membangun kekuatan untuk memenangkan pemilihan," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Senin.

Dia mengemukakan hal itu terkait kontroversi seputar penetapan ambang batas pencalonan presiden. Pihak yang kontra, menuduh peraturan tersebut merupakanupaya membatasi calon presiden pada pemilu presiden mendatang.

Presidential Threshold telah ditetapkan di UU Pemilu, tetapin masih menyisakan persoalan karena ada kekuatan politik parlemen yang akan menggugat ke MK.

Ahmad Atang mengatakan, walaupun dalam pembahasan terdapat dinamika dan walk out dari fraksi yang tidak sepakat, namun setelahh ditetapkan, tetap harus diterima.

Dalam sebuah negara demokrasi adalah suatu kewajaran bahwa keputusan politik tidak selalu memuaskan semua orang.

Menurut dia, kecurigaan bahwa Presidential Threshold merupakan agenda terselubung untuk membatasi peluang figur tertentu yang akan mencalonkan diri, terlalu berlebihan karena dibayangi oleh ketakutan yang bersangkutan. 

Jika ingin jadi pemain politik di pilpres, yang bersangkutan harus memperkuat basis dukungan, bukan menyalahkan UU-nya.

Partai yang mendukung sekalipun belum tentu mengambil keuntungan dari UU itu karena mereka juga berjuang mencapai 20 persen. "Jadi sama saja", katanya.

Artinya, menurut dia, justru dengan Presidential Threshold, para calon dapat mengukur diri seberapa besar tingkat penerimaan publik terhadap pencalonan presidennya, sehingga dapat mengatur strategi, dan menemukan membangun kekuatan

"Jadi bagi saya, penetapan Presidential Threshold tidak menguntungkan siapa-siapa, kecuali untuk membantu Capres dalam membangun strategi politik," katanya.

Menurut dia, memboikot Presidential Threshold, tidak membuat partai dan Capres yang bersangkutan menjadi besar, dan tidak pula mengecilkan yang lain.

Perkuat sistem presidensial
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Dr Marianus Kleden berpendapat persyaratan ambang batas calon presiden 20-25 persen sesungguhnya untuk memperkuat sistem presidensial. 

"Dalam jangka panjang, ambang batas calon presiden adalah untuk memperkuat sistem presidensial karena mayoritas anggota parlemen mendukung kebijakan presiden," kata Marianus Kleden kepada Antara.

Dalam UU Penyelenggaraan Pemilu yang baru disahkan, syarat Presidential Threshold sebesar 20 persen dari total jumlah kursi di parlemen dan 25 persen dari total jumlah suara sah. 

Menurut dia, sistem presidensial akan semakin kuat karena mayoritas anggota parlemen mendukung kebijakan presiden dan wakil presiden dalam melaksanakan tugas-tugas pembangunan.

Selain itu, presiden terpilih juga tidak mudah digoyang oleh kekuatan partai politik yang memilih menjadi bagian dari oposisi pemerintahan, karena presiden mendapat dukungan mayoritas di parlemen.

Mengenai adanya sikap WO, dia mengatakan, karena sejumlah partai politik melihat persyaratan ambang batas calon presiden hanya untuk jangka pendek yakni untuk kepentingan pemilu presiden 2019.

"Anggota parlemen yang memilih WO adalah mereka yang melihat bahwa penetapan ambang batas ini hanya untuk memperbesar peluang Presiden Joko Widodo untuk dicalonkan kembali pada Pemilu Presiden 2019 dan mempersempit peluang bagi calon lain untuk ikut berkompetisi dalam Pilpres 2019," katanya.

"Saya melihat ada dua tujuan yakni tujuan jangka pendek dan jangka panjang dari penetapan Presidensial Threshold ini," katanya dan menjelaskan kepentingan jangka pendek adalah memperbesar peluang Jokowi untuk dicalonkan kembali dan jangka panjang adalah memperkuat sistem presidensial di Indonesia.

"Dan, rakyat tentu akan memilih tujuan jangka panjang untuk kepentingan kesejahteraan ketimbang jangka pendek," katanya.

Ahmat Atang mengatakan persyaratan calon presiden 20-25 persen sesungguhnya untuk memperkuat legitimasi politik agar bangsa ini bisa mendapatkan figur pemimpin yang mumpuni dengan legitimasi politik yang kuat.