Semarang (Antara NTT) - Sejarah dan karya arsitek besar Herman Thomas Karsten dipamerkan di Galeri Semarang di kawasan Kota Lama Semarang, 19-30 November 2016.
Pembukaan pameran yang mencoba mengupas berbagai sisi hidup arsitek Belanda itu dilakukan oleh Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, Jumat (19/11) malam.
Berbagai karya arsitektural garapan arsitek Belanda yang fenomenal dan tetap kokoh berdiri sampai sekarang ini bisa disaksikan di pameran itu meski hanya berupa foto dan gambar.
Karya arsitektur Karsten tersebar di berbagai kota, seperti Jakarta, Bandung, Magelang, Malang, Bogor, Yogyakarta, Surabaya, termasuk Semarang yang banyak menyimpan karyanya.
"Seperti Pasar Johar, Gedung Kesenian Sobokartti, Gedung Van Deventer School (sekarang SMA Ibu Kartini), RS St Elisabeth, dan banyak lagi," kata Anastasia Dwirahmi, sang kurator.
Namun, kata dia, tak banyak yang tahu sosok kelahiran Belanda pada 1884 itu adalah seorang pemikir dan pegiat budaya, selain arsitek yang mendesain kota dan bangunan tentunya.
"Dia sering hadir dalam diskusi-diskusi yang digelar tokoh-tokoh penting di Jawa, seperti Mangkunegara VII, Dr Radjiman Wediodiningrat, dan Dr Cipto Mangunkusumo," ungkapnya.
Kelak, kata dia, dari diskusi-diskusi itu lahirlah Java Instituut di Yogyakarta, 1919, dan pengaruh budaya Jawa terlihat dalam desain bangunan dan perencanaan kampung karyanya.
"Kisah-kisah hidup Karsten inilah yang ingin kami angkat. Karsten sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya arsitek. Bahkan, istrinya orang Jawa bernama Soembinah," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengakui kehebatan Karsten dalam mengarsiteki banyak sekali bangunan fenomenal di Semarang.
Mulai Puri Wedari, lanjut dia, Pasar Johar, Pasar Jatingaleh, Pasar Randusari, Kantor PT KAI Daops IV Semarang, hingga penataan daerah Candi, Pekunden, dan Sompok Semarang.
"Bangunan-bangunan peninggalan Karsten mesti dipertahankan karena tidak semua kota punya," kata Ita, sapaan akrab Hevearita yang juga Ketua Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang itu.
Meski seorang Belanda yang notabene bangsanya saat itu menjajah Indonesia, lanjut dia, Karsten selalu berpihak dan memikirkan warga pribumi dalam penataan tempat tinggal dan fasilitas umum.
"Saya ingin mengutip kata-kata Karsten yang dituliskannya pada 21 April 1945, 'Indonesia bersatoelah, Indonesia bermoelialah'. Mari membangun Kota Semarang ini bersama," pungkasnya.
Kutipan dari Karsten itu merupakan pesan terakhir yang ditulisnya sebelum meninggal di RS Militer Cimahi, sebagaimana tertulis di salah satu sudut ruang pameran tersebut.
Selain pameran, digelar pula berbagai kegiatan yang didukung Kedutaan Besar Kerajaan Belanda dan Yayasan Widya Mitra itu, seperti pemutaran film dokumenter tentang Karsten dan "talkshow".