Ahli sebut tujuh cara cegah lonjakan kasus COVID-19 setelah Idul Fitri

id ahli,pius,paei,ntt,covid

Ahli sebut tujuh cara cegah lonjakan kasus COVID-19 setelah Idul Fitri

Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Cabang NTT Pius Weraman (ANTARA/Bernadus Tokan)

...diperlukan upaya pembatasan perjalanan orang dengan moda transportasi laut karena resiko terpapar lebih tinggi selama pelayaran
Kupang (ANTARA) - Ahli epidemiologi yang juga Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Cabang Nusa Tenggara Timur (NTT), Dr. Pius Weraman, M.Kes menganjurkan tujuh cara yang perlu dilakukan untuk mencegah lonjakan kasus COVID-19 setelah libur Idul Fitri.

"Upaya lebih lanjut setelah libur Idul Fitri perlu dilakukan untuk mencegah terjadi lonjakan kasus," kata Pius Weraman kepada ANTARA di Kupang, Selasa, (18/5).

Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan upaya yang mesti dilakukan untuk mencegah lonjakan kasus COVID-19 setelah libur Lebaran.

Langkah pertama adalah pada pintu masuk baik udara, darat maupun laut harus disiagakan pengawasan bagi mereka yang akan melakukan perjalanan setelah Idul Fitri.

"Sebagai tindak lanjut setelah Idul Fitri dari perkembangan pelaku perjalanan ini maka diperlukan upaya pembatasan perjalanan orang dengan moda transportasi laut karena resiko terpapar lebih tinggi selama pelayaran di laut jika ABK nya merupakan orang tanpa gejala COVID-19," katanya.

Kedua, karantina terpusat wajib dilakukan untuk para pelaku perjalanan yang memiliki gejala baik yang menggunakan moda transportasi laut, udara tanpa kecuali pada wilayah kecamatan dengan memanfaatkan sekolah atau puskesmas.

Ketiga, pemantauan dan pelacakan kontak wajib dilaksanakan bagi pelaku perjalanan jika tidak menjalani karantina terpusat dan melakukan isolasi mandiri.

Keempat, adalah notifikasi pelaku perjalanan ke dinas kesehatan harus ditindaklanjuti dengan notifikasi berjenjang ke kabupaten/kota.

Kelima, pelacakan kasus dan pemantauan pelaku perjalanan ditingkat kabupaten/kota bisa memanfaatkan aparat pemerintahan desa/kelurahan dan kelompok masyarakat dengan tetap memperhatikan hak dan privasi warga serta tidak menimbulkan diskriminasi dan stigma bagi pelaku perjalanan.

Keenam, perbaikan pencatatan rekaman dan notifikasi perjalanan menghindari kehilangan data/informasi.

Ketujuh adalah mengimbau masyarakat untuk mengkonsumsi makanan lokal secara alami sesuai yaitu tanpa tersentuh bahan kimia seperti padi ladang/sawah, jagung, tanpa pupuk, sayur dan cukup dengan penyedap jahe, bawang dan lainnya, demikian Pius Weraman.

Baca juga: Ahli: Indonesia siap siaga antisipasi "tsunami" COVID-19

Baca juga: PDUI NTT: Perlu kesadaran masyarakat akhiri pandemi COVID-19