349 Kasus Kekerasan Menimpa Perempuan NTT

id Kekerasan

349 Kasus Kekerasan Menimpa Perempuan NTT

Anggota dewan pengarah nasonal Forum Pengada Layanan (FPL) Sry Mulyati (ketiga kanan) mengatakan sebanyak 349 kasus kekerasan menimpah perempuan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dari Januari-Oktober 2017.(Foto ANTARA/Aloysius Lewokeda)

Forum Pengada Layanan (FLP) dan Komnas Perempuan mencatat sebanyak 349 kasus kekerasan menimpa perempuan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dari Januari-Oktober 2017.
Kupang (Antara NTT) - Forum Pengada Layanan (FLP) dan Komnas Perempuan mencatat sebanyak 349 kasus kekerasan menimpa perempuan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dari Januari-Oktober 2017.

"Jumlah kasus kekerasan yang tercatat hingga Oktober 2017 untuk sementara tercatat masih lebih kecil dibandingkan pada 2016 sebanyak 673 kasus kekerasan yang ditangani anggota FPL," kata anggota dewan pengarah nasional FPL Sry Mulyati kepada wartawan di Kupang, Senin.

Ia menjelaskan jumlah kasus tersebut dilaporkan dan ditangani lembaga anggota FPL di tiga wilayah kerja yakni Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kota Kupang.

Sry mengakui kasus kekerasan yang ditangani anggota FPL masih sangat terbatas dengan jumlah 115 anggota yang menyebar di 32 provinsi.

Dari jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 259.150 kasus yang terjadi pada 2016, yang ditangani anggota FPL hanya dua persen.

Menurutnya, dari jumlah yang ditangani itu, NTT merupakan salah satu daerah dengan tingkat kerentanan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang tinggi.

"Dari kasus yang ditangani FPL di 32 provinsi itu, 15 persennya disumbangkan dari NTT," ujarnya.

Jumlah kasus tersebut disebutnya hanya kasus yang ditangani tiga lembaga anggota FPL yang beroperasi di Pulau Timor, sehingga ia yakin jumlah kasus kekerasan masih banyak terjadi di provinsi yang memiliki 22 kabupaten/kota itu.

Atas tingkat kerentanan yang tinggi itu, Sriy berharap semua pihak di daerah itu bisa kembali membangun komitmen untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan, salah satunya melalui Konferensi Perempuan Timor II yang digelar di Soe, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Selatan pada 21-22 November 2017 mendatang.

"Tidak hanya FPL yang menjadi tulang punggu upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan ini, namun kami sangat berhadpat semua pihak seperti tokoh adat, tokoh masyarakat, pemerintah di provinsi hingga desa bisa mengambil peran strategisnya," katanya.

FPL, lanjut Sry, melalui 115 lembaga keanggotaannya terus melakukan pendampingan bagi perempuan korban kekerasan selain mengembangkan mekanisme layanan agar terintegrasi baik layanan yang diinisiasi pemerintah, masyarakat, maupaun tingkat komunitas.

Selain itu, bersama Komnas Perempuan memberikan pendidikan terhadap masyarakat terkait upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

"Kami juga melakukan advokasi kebijakan bagi perlindungan perempuan korban kekerasan di tingkat nasional dengan mengusulkan rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual hingga kebijakan di daerah," katanya.

Ia mengatakan terus mendorong kebijakan anggaran di desa terkait bagaimana komunitas bisa mengakses anggaran untuk upaya menghapus kekerasan terhadap perempuan karena stategis dengan adanya undang-undang desa.