Kupang (AntaraNews NTT) - Juru bicara KPU Nusa Tenggara Timur Yosafat Koli menegaskan kasus dugaan ijazah palsu yang melibatkan salah satu calon Bupati Sumba Barat Daya yang kemudian menyeret KPU ke meja persidangan kode etik, tak mempengaruhi tahapan pilkada serentak 2018 di daerah tersebut.
"Tidak ada pengaruhnya terhadap tahapan pilkada yang sedang berjalan saat ini. Sidang kode etik yang digelar terhadap KPU Sumba Barat Daya hanya untuk memastikan bahwa apakah proses menuju penetapan calon sudah sesuai aturan atau tidak," kata Yosafat Koli kepada Antara di Kupang, Jumat.
Dia mengemukakan hal itu ketika ditanya soal kemungkinan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan bahwa ada pelanggaran kode etik oleh KPU Sumba Barat Daya (SBD), dalam aduan kasus dugaan ijazah palsu yang melibatkan calon bupati Sumba Barat Daya Markus Dairo Talu (MDT) dan dampaknya terhadap tahapan pelaksanaan pilkada di daerah itu.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Kamis (15/3), telah menggelar sidang kode etik terhadap Ketua KPU dan Ketua Panwaslu Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) terkait kasus pengaduan ijazah palsu yang melibatkan petahana dan juga calon bupati SBD atas nama Markus Dairo Talu (MDT).
Baca juga: DKPP segera plenokan kasus ijazah palsu MDT
Sidang kode etik ini dipimpin Ketua Majelis Prof Teguh Prasetyo SH MH didampingi tiga anggota majelis yakni anggota KPU NTT Gasim, Ketua Bawaslu NTT Thomas Mauritus Djawa dan Bahrudin Gesi.
Sidang yang digelar di aula Sekretariat Bawaslu NTT itu sebagai tindak lanjut pengaduan dari Aliansi Peduli Demokrasi Jujur dan Adil SBD, terkait dugaan ijazah palsu calon Bupati SBD Markus Dairo Talu.
Ketua Majelis Teguh Prasetyo mengatakan, sidang kode etik ini dalam kerangka pengumpulkan fakta, dan kemungkinan alat bukti atau barang bukti yang belum diterima pada saat DKPP menerima pengaduan. Fakta dan alat bukti ini penting agar hakim komisioner DKPP dapat mengambil keputusan secara adil dan berimbang.
Yosafat Koli menambahkan, sebagai penyelenggara, KPU telah melakukan tugas sesuai dengan tata aturan yang berlaku dalam melaksanakan seluruh tahapan pilkada.
Sebelum menetapkan calon misalnya, KPU terlebih dahulu melakukan pemeriksaan syarat calon dan melakukan klarifikasi syarat calon sebelum ditetapkan menjadi calon.
Berdasarkan hasil klarifikasi KPU, kata dia, instansi yang mengeluarkan surat legalisir ijazah atas nama Markus Dairo Talu mengakui benar adanya.
Baca juga: Pilkada 2018- Calon Bupati SBD berijazah palsu
Atas dasar itu, KPU berpendapat bahwa ijazah Markus Dairo Talu sebagai salah satu syarat pencalonan memenuhi syarat dan tidak ada masalah, katanya menjelaskan.
Mengenai kemungkinan ijazah palsu, dia mengatakan, kalaupun kemudian ada yang mengatakan bahwa ijazah yang digunakan adalah palsu maka harus dibuktikan melalui proses persidangan di pengadilan.
Pengadilan yang berwenang menyatakan bahwa ijazah itu palsu atau bukan. KPU tidak memiliki kewenangan tetapi hanya melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang, kata Yosafat Koli.
Pilkada 2018 - Kasus ijazah palsu tak pengaruhi tahapan pilkada
Kasus dugaan ijazah palsu yang melibatkan salah satu calon Bupati Sumba Barat Daya yang kemudian menyeret KPU ke meja persidangan kode etik, tak mempengaruhi tahapan pilkada serentak 2018 di daerah tersebut.