Kabupaten Kupang Memiliki 12 Desa Adat

id Desa Adat

Kabupaten Kupang  Memiliki 12 Desa Adat

Rumah Adat di Pulau Timor

"Penetapan 12 desa sebagai desa adat itu merupakan hasil rekomendasi tim pakar dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang dalam pertemuan bersama Bupati Kupang Ayub Titu Eki dan DPRD Kupang," kata Stefanus Baha..
Kupang (Antara NTT) - Sebanyak 12 desa dari 160 desa di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur ditetapkan menjadi desa adat untuk pelayanan pemerintahan berbasis masyarakat adat di Pulau Timor.

"Penetapan 12 desa sebagai desa adat itu merupakan hasil rekomendasi tim pakar dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang dalam pertemuan bersama Bupati Kupang Ayub Titu Eki dan DPRD Kupang," kata Stefanus Baha ketika dihubungi Antara di Kupang, Selasa.

Ia mengatakan, penetapan 12 desa adat itu merupakan hasil pengkajian yang dilakukan tim ahli dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (PISIP) Undana Kupang.

Pemerintah Kabupaten Kupang meminta Undana untuk melakukan penelitian terhadap kelayakan desa-desa di daerah ini untuk ditetapkan menjadi desa adat.

Setelah melalui sebuah pengkajian, kata dia, tim merekomendasikan 12 desa yang dinilai layak menerapkan pelayanan pemerintahan berbasis masyarakat ada di daerah ini," tegasnya.

Dikatakannya, pemerintah Kabupaten Kupang segera menggodok aturan disertai Surat Keputusan (SK) Bupati Kupang terhadap pembentukan 12 desa adat itu agar dapat diberlakukan mulai tahun 2017.

Stefanus Baha mengatakan ditetapkannya 12 desa adat itu merupakan bentuk pengakuan pemerintah daerah terhadap kesatuan masyarakat adat, sekaligus sebagai upaya strategi pemerintah Kabupaten Kupang dalam menjaga kelestarian sistem peradaban masyarakat adat Timor agar tetap mengakar di kalangan masyarakat di daerah ini.

"Upaya yang dilakukan pemerintah Kabupaten Kupang dengan pembentukan desa adat sebagai upaya melestarikan budaya Timor agar tetap lestari di daerah ini," tegasnya.

Ia mengatakan, dengan pola pelayanan pemerintahan yang berbasis masyarakat adat, maka berbagai proses pelayanan pemerintahan tetap mengedepankan kearifan lokal.

"Apabila ada persoalan hukum, tidak serta merta kasus itu dilimpahkan ke lembaga penegak hukuam tetapi diselesaikan secara adat yang berlaku di desa setempat, dengan demikian persoalan bisa diterima oleh masyarakat yang bersengketa, karena penyelesaianya mengedepankan pendekatan budaya dan adat yang berlaku di tengah masyarakat," ujar Stefanus Baha.