Nilai tukar petani naik akibat dampak panen

id BPS

Nilai tukar petani naik akibat dampak panen

Kepala BPS NTT Maritje Pattiwaellapia saat memberikan keterangan pers terkait inflasi Juni 2018.

Nilai tukar petani (NTP) di Nusa Tenggara Timur naik sebesar 0,55 persen pada Juni 2018 sebagai dampak musim panen yang dialami para petani setempat.
Kupang (AntaraNews NTT) - Kepala Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Timur Maritje Pattiwaellapia mengemukakan nilai tukar petani (NTP) di daerah itu naik sebesar 0,55 persen pada Juni 2018 sebagai dampak musim panen yang dialami para petani setempat.

"Nili tukar petani NTT pada Juni 2018 mencapai 105,26 persen atau naik 0,55 persen dari bulan sebelumnya, ini menunjukkan daya beli petani yang semakin meningkat," kata Maritje Pattiwaellapia di Kupang, Selasa (3/7).

Ia menjelaskan, nilai tukar petani di provinsi berbasiskan kepulauan itu secara berturut-turut naik selama tiga bulan terkahir yakni pada April sebesar 103,62 persen, Mei 104,69 persen, dan Juni 105,26 persen.

Pada Juni 2018, lanjutnya, nilai tukar semua sub sektor mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya di antaranya perikanan sebesar naik 0,80 persen, peternakan naik 0,50 persen.

Baca juga: Harga pangan selama Ramadhan terkendali

Selain itu, perkebunan rakyat naik 0,95 persen, holtikultura naik 0,93 persen, serta padi dan palawija naik 0,39 persen. "Kita tahu bahwa memang petani di NTT sudah memasuki musim panen sehingga berdampak pada meningkatnya daya beli petani," katanya.

Ia mengatakan meskipun kondisi indeks harga konsumen pada Juni 2018 mengalami inflasi sebesar 0,73 persen, namun sebaliknya di daerah pedesaan mengalami deflasi 0,08 persen. Deflasi terjadi pada subkelompok bahan makanan sebesar 0,14 persen.

Maritje mengatakan, kondisi deflasi ini menunjukkan indeks harga yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan yang dibayarkan untuk konsumsi maupun biaya produksi.

Ia menambahkan, sementara nilai tukar usaha pertanian (NTUP) berupa indeks harga yang dibayarkan petani termasuk faktor produksi dan belanja modal sebesar 0,42 persen.

"Namun nilai yang dibayarkan ini masih lebih rendah dibandingkan yang diterima para petani sebesar 0,55 persen sehingga berdampak pada peningkatan daya beli petani," katanya. 

Baca juga: Inflasi di NTT 0,68 persen