Artikel - Melawan KLB dengan imunisasi suntik ganda
...Rangkaian status KLB dan situasi pandemi COVID-19 yang kini terkendali di Indonesia, kiranya dapat menyadarkan masyarakat tentang peran penting imunisasi dalam mengatasi wabah, bahkan infeksi yang mematikan. Mari melawan KLB dengan imunisasi
Jakarta (ANTARA) - Hampir tiga tahun lamanya program imunisasi dasar sebagai ikhtiar meningkatkan kekebalan tubuh seseorang dari sejumlah penyakit mematikan, perlahan rontok diterjang pandemi COVID-19.
Sebab, mayoritas peserta memilih jalan aman berada di rumah ketimbang menyambangi fasilitas pelayanan kesehatan. Di sisi lain, fokus tenaga kesehatan pada kurun itu harus beralih mengendalikan SARS-CoV-2 dengan memvaksinasi 234 juta lebih masyarakat sasaran.
Dampaknya, lebih dari 1,7 juta bayi di Indonesia terlambat diimunisasi dasar selama periode 2019-2021. Lebih dari 600 ribu (37,5 persen) bayi di antaranya berada di barometer nasional, wilayah Jawa dan Bali.
Jumlah tersebut belum termasuk kemunculan anak baru lahir dan belum divaksinasi hingga tahun ini. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkirakan jumlahnya berkisar 370 ribu hingga 500 ribu bayi per tahun.
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI menginformasikan dampak dari keterlambatan imunisasi memicu kekebalan tubuh kelompok yang telah dibangun sejak 1956 di Indonesia mengalami penurunan.
Cakupan imunisasi anak usia 0 hingga 59 bulan di berbagai daerah, saat ini kurang dari 70 persen. Padahal capaian imunisasi dasar saat sebelum pandemi berkisar 80 hingga 90 persen populasi anak di setiap daerah.
Cakupan imunisasi kurang dari 50 persen populasi menjadi alarm bagi populasi rentan yang tidak lagi kebal terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), yakni BCG, polio, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis, campak, dan rubela.
Bahkan saat ini, kasus PD3I mulai meningkat di beberapa daerah, di antaranya difteri yang pernah punah di Indonesia pada 1990, kembali muncul pada November 2021 di Kalimantan Barat dan Konawe, Sulawesi Tenggara, dengan jumlah kasus tak kurang dari 130 pasien.
Teranyar, penetapan status kejadian luar biasa (KLB) difteri oleh Pemda Garut, Jawa Barat, pada Februari 2023, setelah belasan warga setempat dilaporkan terinfeksi. Sebanyak delapan di antaranya isolasi mandiri, tiga orang dirawat di rumah sakit, dan sedikitnya tujuh orang dilaporkan meninggal dunia.
Penyakit campak dan rubela juga muncul di beberapa daerah seperti Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Papua. Kasus positif campak sebenarnya sudah tersebar di 34 kabupaten/kota di 17 provinsi, sedangkan rubela ada di 44 kabupaten/kota di 17 provinsi hingga awal 2022.
Dalam dua tahun terakhir, Kemenkes juga menerima laporan KLB Polio di Kabupaten Pidie, Aceh, dengan jumlah penderita tiga pasien, serta di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dialami satu pasien.
Laporan tersebut sekaligus mengandaskan predikat bebas polio yang disandang Indonesia sejak 27 Maret 2014.
Imunisasi ganda
Sebab, mayoritas peserta memilih jalan aman berada di rumah ketimbang menyambangi fasilitas pelayanan kesehatan. Di sisi lain, fokus tenaga kesehatan pada kurun itu harus beralih mengendalikan SARS-CoV-2 dengan memvaksinasi 234 juta lebih masyarakat sasaran.
Dampaknya, lebih dari 1,7 juta bayi di Indonesia terlambat diimunisasi dasar selama periode 2019-2021. Lebih dari 600 ribu (37,5 persen) bayi di antaranya berada di barometer nasional, wilayah Jawa dan Bali.
Jumlah tersebut belum termasuk kemunculan anak baru lahir dan belum divaksinasi hingga tahun ini. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkirakan jumlahnya berkisar 370 ribu hingga 500 ribu bayi per tahun.
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI menginformasikan dampak dari keterlambatan imunisasi memicu kekebalan tubuh kelompok yang telah dibangun sejak 1956 di Indonesia mengalami penurunan.
Cakupan imunisasi anak usia 0 hingga 59 bulan di berbagai daerah, saat ini kurang dari 70 persen. Padahal capaian imunisasi dasar saat sebelum pandemi berkisar 80 hingga 90 persen populasi anak di setiap daerah.
Cakupan imunisasi kurang dari 50 persen populasi menjadi alarm bagi populasi rentan yang tidak lagi kebal terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), yakni BCG, polio, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis, campak, dan rubela.
Bahkan saat ini, kasus PD3I mulai meningkat di beberapa daerah, di antaranya difteri yang pernah punah di Indonesia pada 1990, kembali muncul pada November 2021 di Kalimantan Barat dan Konawe, Sulawesi Tenggara, dengan jumlah kasus tak kurang dari 130 pasien.
Teranyar, penetapan status kejadian luar biasa (KLB) difteri oleh Pemda Garut, Jawa Barat, pada Februari 2023, setelah belasan warga setempat dilaporkan terinfeksi. Sebanyak delapan di antaranya isolasi mandiri, tiga orang dirawat di rumah sakit, dan sedikitnya tujuh orang dilaporkan meninggal dunia.
Penyakit campak dan rubela juga muncul di beberapa daerah seperti Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Papua. Kasus positif campak sebenarnya sudah tersebar di 34 kabupaten/kota di 17 provinsi, sedangkan rubela ada di 44 kabupaten/kota di 17 provinsi hingga awal 2022.
Dalam dua tahun terakhir, Kemenkes juga menerima laporan KLB Polio di Kabupaten Pidie, Aceh, dengan jumlah penderita tiga pasien, serta di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dialami satu pasien.
Laporan tersebut sekaligus mengandaskan predikat bebas polio yang disandang Indonesia sejak 27 Maret 2014.
Imunisasi ganda