Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Ilham Bintang berharap bahwa Kongres XXV PWI yang digelar pada akhir bulan ini di Kota Bandung jauh dari praktik politik transaksional yang merugikan dan menghasilkan pengurus organisasi periode baru yang berintegritas.
Dia mengatakan bahwa Kongres XXV PWI kali ini terbilang tepat digelar pada tahun politik yang semakin keras mempertunjukkan politik transaksional oleh partai-partai politik yang semestinya menjadi penjaga muruah demokrasi Indonesia.
"Kita harus berkaca pada hal-hal semacam ini, sehingga PWI harus melihat kehidupan politik transaksional sangat mengerikan. Jangan sampai karena ini sama-sama kompetisi untuk memperebutkan posisi sebagai pengurus periode baru, maka PWI ikut-ikutan pula melakukan politik transaksional. Baik kode etik PWI maupun semangat corsa, mengecam praktik-praktik semacam itu dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sehari-hari," kata Ilham saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Minggu, (24/9/2023) malam.
Ilham beranggapan bahwa bila kongres dijalankan secara baik menurut aturan organisasi dan tata tertib, maka hal tersebut sudah menjadi permulaan kemenangan untuk mencapai cita-cita menjadi organisasi wartawan yang berintegritas dan menghasilkan produk jurnalisme berkualitas.
"Kalau itu terwujud, maka keberadaan PWI akan menerangi bangsa ini," pendek dia.
Lebih lanjut Ilham menambahkan bahwa PWI diikat oleh banyak peraturan di antaranya peraturan dasar, peraturan administrasi, kode etik profesi, dan kode etik perilaku wartawan. Kalau itu semua dijalankan sebagaimana mestinya, kata dia, maka Kongres PWI akan melahirkan pers yang ideal.
"Kalau hal itu dituruti, maka akan melahirkan katakanlah pers yang tahan banting, tahan menghadapi gempa disrupsi. Tetapi kalau PWI tidak membaca baik-baik praktik politik transaksional dan hal itu dianggap sebagai lumrah atau rutin saja, maka kita akan bisa ikut terjerumus ke dalam lingkaran hal itu," tegas dia.
Pers, lanjut Ilham, harus menjadi suluh penerang atau lilin untuk menerangi sebagian dari kehidupan yang agak gelap. Dia berharap dari Kongres XXV PWI kali ini akan melahirkan pemimpin yang berkualitas, berintegritas, dan memahami filosofi wartawan.
Menurut Ilham, kemampuan untuk mengenal filosofi profesi wartawan menjadi hal yang amat penting untuk dimiliki oleh para pengurus PWI. Dia lantas mengutip sebuah perspektif dari agama yang menyebutkan bahwa sebaik-baiknya seseorang adalah dia yang bermanfaat bagi orang lain.
"Saya dulu dididik oleh almarhum Rosihan Anwar tahun 1977. Saat itu sebelum diterima sebagai muridnya, saya harus menulis esai tentang alasan menjadi wartawan. Jadi, pertanyaan mengenai untuk apa jadi wartawan sangat penting dijawab. Sebaik-baiknya wartawan adalah dia yang bermanfaat bagi bangsa ini," imbuh Ilham.
Presiden Joko Widodo dijadwalkan membuka secara resmi Kongres XXV PWI di Istana Negara pada Senin (25/9) pada pukul 14.00 WIB yang dihadiri oleh sebanyak 180 orang perwakilan provinsi dan pengurus PWI Pusat.
Pada Kongres XXV PWI kali ini, setiap cabang PWI provinsi berhak mengirimkan tiga perwakilan sebagai peserta kongres, dan maksimal lima peninjau, serta pengurus lainnya sebagai penggembira. Selain itu, dipastikan sekitar 700 hingga 1.000 orang dari 38 provinsi hadir dalam Kongres XXV yang digelar lima tahun sekali itu.
Selain merumuskan penyempurnaan AD/ART di dalam organisasi, kongres akan memilih ketua umum, dewan penasehat, dewan kehormatan, dan pengurus terpilih. Hingga saat ini sudah ada beberapa nama calon yang sudah mendeklarasikan diri sebagai calon Ketua Umum PWI Pusat. Tetapi, nama-nama tersebut baru akan ditentukan saat kongres berlangsung.
Baca juga: Temui Forum Pemred, Cak Munir sampaikan niat maju menjadi Ketum PWI
Baca juga: Akhmad Munir layak maju Ketum PWI Pusat, menurut Ilham Bintang
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ilham Bintang harap Kongres XXV PWI jauh dari politik transaksional
Ilham Bintang berharap Kongres XXV PWI jauh dari politik transaksional
Saya dulu dididik oleh almarhum Rosihan Anwar tahun 1977. Saat itu sebelum diterima sebagai muridnya, saya harus menulis esai tentang alasan menjadi wartawan...