Artikel - Menjadikan mangrove pilar ketahanan ekonomi biru

id Mangrove,ekonomi biru,artikel mangrove Oleh Uyu Septiyati Liman

Artikel - Menjadikan mangrove pilar ketahanan ekonomi biru

Relawan Pecinta Mangrove atau "Mangrovers" menanam bibit pohon mangrove di area konservasi mangrove Pantai Dupa, Kelurahan Layana Indah, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Kamis (28/9/2023). (ANTARA/HO-Syahrul)

...Ekonomi biru memang menjadi salah satu game changer dalam RPJMN lima tahun ke depan, karena dengan bisa mengatasi berbagai tantangan tersebut dan terus mengembangkan ekonomi biru, harapannya tujuan SDGs Nomor 14 ini bisa tercapai

 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat, luas hutan mangrove di Indonesia mencapai 3,3 juta hektare pada 2021, yang mencakup 22,6 persen mangrove dunia, sehingga menjadikan negara ini sebagai pemilik ekosistem bakau terluas di dunia.

Tingkat keanekaragaman jenis bakau dan tanaman asosiasinya di Indonesia pun cukup tinggi, yakni mencapai 49 jenis spesies mangrove dan 155 spesies tumbuhan asosiasinya.

Ekosistem ini menjadi habitat, tempat pemijahan (spawning ground), dan perkembangan (nursery and feeding ground) berbagai jenis ikan, krustasea, dan moluska, serta tempat bersarang, mencari makan, dan berkembang biaknya banyak jenis burung dan reptilia.

Oleh karena itu, pengembangan ekonomi biru di kawasan mangrove perlu mengutamakan kelestarian ekosistem, penggunaan pembiayaan berkelanjutan, serta melibatkan partisipasi aktif penduduk sekitar agar program yang direncanakan dapat terlaksana dengan baik.

Kelestarian ekosistem menjadi salah satu hal yang penting diperhatikan karena jika kawasan mangrove rusak, maka ketahanan dan keberlangsungan hidup ekosistem serta biota di sekitarnya juga ikut terganggu.

Hal itu tentunya akan menghambat pengembangan potensi sumber daya laut untuk meningkatkan ekonomi biru Indonesia, terutama dalam sektor perikanan tangkap dan budi daya, industri berbasis kelautan, bioteknologi, bioprospecting, dan bioekonomi.

Rusaknya hutan bakau yang menjadi habitat berbagai makhluk hidup jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan hilangnya keragaman hayati (biodiversity loss).

Padahal, berbagai biota laut adalah sumber daya penting dalam perikanan tangkap dan budi daya, yang berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) angkanya mencapai 7,99 juta ton untuk perikanan tangkap dan 16,87 juta ton untuk perikanan budi daya.

Sementara hewan-hewan dalam golongan krustasea adalah sumber utama kitosan, yakni suatu zat yang kini banyak dicari sebagai bahan superfood, obat, dan kosmetik.

Kulit krustasea, terutama udang, juga dapat dikembangkan untuk pembuatan bahan pelapis pesawat tempur antiradar.

Kerusakan area mangrove yang dapat mempengaruhi ekosistem di sekitarnya, seperti terumbu karang (coral reef) dan padang lamun (seagrass meadow), tentunya dapat menghambat pengembangan potensi ekonomi biru Indonesia.

Padang lamun, di samping pula rumput laut (seaweed), berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber biofuel. Padang lamun adalah ekosistem khas laut dangkal yang ditumbuhi oleh tumbuhan rerumputan yang telah beradaptasi terhadap air asin. Rerumputan tersebut adalah anggota dari tumbuhan monokotil, berbunga, berdaun, berbunga, dan memiliki akar rimpang, sehingga tumbuhan tersebut mampu bertahan dari hempasan ombak dan arus.

Korea dan Jepang yang sekarang cenderung mengembangkan sektor energinya ke arah biofuel, melirik seaweed dan juga seagrass Indonesia.


Game changer