Kota Bengkulu (ANTARA) - Wilayah Provinsi Bengkulu berada di zona seismik aktif. Kondisi geografis ini seperti halnya Indonesia yang berada di wilayah cincin api (ring of fire), sehingga rawan terhadap bencana alam, utamanya gempa bumi dan tsunami.
Sejarah mencatat, daerah berjuluk Bumi Rafflesia ini telah mengalami bencana alam yang mengguncang sehingga menggugah tekad untuk serius dalam mitigasi bencana. Pemerintah dan masyarakat di Provinsi Bengkulu "dipaksa bersahabat" dengan bencana alam.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), wilayah yang paling rentan terhadap gempa bumi dan tsunami di Provinsi Bengkulu adalah kawasan di sepanjang pantai barat, termasuk Kabupaten Mukomuko dan Kabupaten Bengkulu Utara. Kabupaten Bengkulu Tengah, Kota Bengkulu, Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu Selatan, dan Kabupaten Kaur juga termasuk dalam daftar wilayah yang rawan bencana ini.
Menghadapi ancaman bencana alam, terutama gempa bumi dan tsunami, perlu kerja sama semua pihak dalam melakukan mitigasi bencana. Salah satu aspek penting dalam mitigasi adalah sosialisasi kepada masyarakat tentang cara menghadapi bencana ini. Melalui sosialisasi, masyarakat diharapkan lebih memahami bagaimana melakukan mitigasi bencana dan meningkatkan kesiapsiagaan mereka.
Wilayah Provinsi Bengkulu berbatasan langsung dengan tiga sumber utama gempa bumi, yaitu Subduksi Megathrust, Sesar Mentawai, dan Sesar Barat Sumatera.
Gempa bumi yang terjadi di Bengkulu disebabkan oleh berhadapannya wilayah ini dengan Zona Megathrust Enggano, yang memiliki potensi kekuatan gempa hingga magnitudo 8,4, dan Zona Mentawai - Pagai dengan potensi gempa hingga magnitudo 8,9. Potensi besar itu harus diantisipasi dengan mitigasi bencana yang baik.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengakui bahwa wilayah Provinsi Bengkulu memiliki beberapa sesar aktif penyebab gempa bumi, seperti Sesar Ketahun, Sesar Musi, Sesar Manna, Sesar Siulak, Sesar Dikit, Sesar Komering North, dan Sesar Komering South. Sejarah telah mencatat beberapa peristiwa gempa dan tsunami signifikan di Provinsi Bengkulu.
Salah satu peristiwa yang tercatat adalah gempa pada tahun 1756 dan 1770 hingga mengakibatkan kerusakan signifikan pada bangunan-bangunan. Pada 18 Maret 1818, terjadi gempa dengan kekuatan yang mencapai IX MMI (Modified Mercalli Intensity) atau menjadi penanda skala kerusakan pada bangunan yang kuat.
Berikutnya, pada 25 November 1833, tsunami melanda Pariaman dan Bengkulu akibat gempa dahsyat dengan magnitudo 9.0. Begitu besarnya tsunami ini, efeknya mencapai Australia bagian utara, Teluk Benggala, dan Thailand. Namun, bencana ini tidak terdokumentasi dengan baik karena kondisi saat itu belum terdapat alat deteksi dan rekam gempa sebaik masa sekarang.
Selanjutnya, pada 26 Juni 1914, terjadi gempa dengan kekuatan IX MMI yang menyebabkan 20 orang meninggal. Pada 15 Desember 1979, gempa dengan magnitudo 6,6 disebabkan oleh Sesar Musi merusak 3,6 ribu rumah dan menewaskan empat orang.
Selain itu, pada 15 Mei 1997, gempa dengan magnitudo 5,0 merusak 65 rumah. Pada 4 Juni 2000, gempa dengan magnitudo 7,9 menyebabkan 100 orang meninggal dan merusak banyak bangunan. Kejadian berikutnya, pada 12-13 September 2007, terjadi gempa dengan magnitudo 8,4 yang menewaskan 23 orang dan merusak ratusan rumah di Kota Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Utara, dan Kabupaten Mukomuko. Tsunami juga membanjiri 300 rumah warga di Pulau Pagai dan di Kepulauan Mentawai, mencapai ketinggian satu meter.
Tidak bisa diperkirakan