Kupang (ANTARA) - Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) fokus pada isu kedaulatan pangan lokal pada 14 pulau terluar di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) lewat Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL) Tahun 2024.
"Karena budaya pangan terintegrasi dengan kepercayaan, adat istiadat, ritual, bahkan menjadi ritus kehidupan masyarakat adat," kata Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Esa dan Masyarakat Adat, Ditjen Kebudayaan, Sjamsul Hadi dalam keterangan yang diterima di Kupang, Kamis, (27/4/2024).
Sekolah Lapang Kearifan Lokal Tahun 2024 diselenggarakan pada 14 pulau terluar dan pesisir di Kabupaten Sikka, Flores Timur, dan Alor untuk mendata 10 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK).
Ia menjelaskan masyarakat adat yang tersebar di kepulauan secara turun-temurun telah menjadi penjaga budaya pangan yang beragam.
Budaya pangan menyatu dengan pengetahuan lokal yang terbentuk sebagai proses pembelajaran dan adaptasi dengan kondisi alam yang khas, baik di darat, pesisir maupun laut.
Budaya pangan masyarakat adat bukan hanya sekadar warisan sistem produksi dan konsumsi, melainkan juga membentuk pandangan hidup serta sistem budaya yang diwariskan secara turun temurun.
Ia menerangkan Indonesia dikenal memiliki keberagaman sumber pangan yang sangat tinggi. Data Badan Ketahanan Pangan menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 75 jenis sumber minyak atau lemak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah- buahan, 228 jenis sayuran, serta 110 jenis rempah dan bumbu. Keberagaman sumber pangan yang tersebar di kepulauan itu pun melahirkan budaya pangan yang beragam.
Untuk itu, Sekolah Lapang Kearifan Lokal tahun ini menjadi program untuk daerah terpencil dan pulau terluar dengan fokus pada pangan lokal masyarakat adat. Nantinya, ada temu kenali dan penggalian OPK yang dilakukan oleh Pandu Budaya yang tak lain adalah agen kampanye kedaulatan pangan lokal.
Pamong Budaya Ahli Muda Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemendikbudristek Yani Haryanto mengatakan membangun kedaulatan pangan mesti menjadi gerakan.
Mendokumentasikan keberagaman pangan, memproduksi, mengolah, dan cara menyajikan makanan juga bagian dari budaya. Oleh karena itu pangan menjadi bagian penting dari budaya orang Indonesia.
"Dan karena masyarakat adat di pulau-pulau kecil dan masyarakat adat mampu menjaga keragaman pangan lokal maka NTT menjadi front dari kedaulatan pangan melalui program SLKL," kata dia.
Lewat program itu, para Pandu Budaya didampingi fasilitator dikirim untuk kegiatan temu kenali SLKL dan penggalian OPK di Pulau Adonara, Pulau Solor, Pulau Pantar, Pulau Pura, Pulau Ternate, Pulau Buaya, Pulau Lapang, Pulau Kajodai, Pulau Parumaan, Pulau Pemana, Pulau Pangamana, Pulau Babi, serta beberapa pulau lain pada tiga kabupaten.
Baca juga: Kemendikbudristek dampingi pandu budaya NTT untuk gali info pangan daerah
Pandu budaya nantinya membangun dialog antara kaum muda dan tokoh adat tentang berbagai aspek budaya, lalu menarasikan data yang mereka peroleh menjadi bahan informasi yang menarik kepada publik.
Baca juga: Artikel - Meneropong keajaiban jagad raya dari Planetarium Tenggarong
Baca juga: Kemendikbudristek latih 28 fasilitator lokal untuk jalankan SLKL di NTT
Ia pun berharap ada rekomendasi yang dikeluarkan oleh pandu budaya untuk diserahkan ke pemerintah daerah setempat, sehingga bisa menjadi sebuah kebijakan.*
Ditjen Kebudayaan fokus kedaulatan pangan lokal di 14 pulau terluar NTT
...Karena budaya pangan terintegrasi dengan kepercayaan, adat istiadat, ritual, bahkan menjadi ritus kehidupan masyarakat adat, kata Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Esa dan Masyarakat Adat, Ditjen Kebudayaan, Sjamsul Hadi dalam keterangan ya