Meski ada hambatan, bukan berarti sama sekali tak ada harapan pertumbuhan. Ekonom yang sangsi dengan target 8 persen pun tetap melihat adanya peluang pertumbuhan ekonomi nasional.
Secara umum, rekomendasi para ekonom berpusat pada industrialisasi dan reformasi birokrasi.
Industrialisasi menjadi bagian penting dari transformasi dengan menjadikan manufaktur sebagai motor penggerak utama ekonomi. Pasalnya, industrialisasi mampu memberikan efek domino, yang dalam konteks ini berupa perkembangan yang positif.
Aktivitas produksi yang tinggi menandakan bertambahnya kebutuhan SDM, yang berarti membuka peluang serapan tenaga kerja. Ini bisa menjadi salah satu solusi persoalan kelas menengah: dengan memberikan kesempatan kerja, masyarakat bisa memiliki pendapatan sehingga kemampuan belanja mereka pun meningkat.
Kelas menengah bukan satu-satunya kelompok yang bakal terdampak. Masyarakat dari kelompok kelas lainnya juga bisa memiliki kemampuan belanja yang lebih baik jika memiliki pekerjaan dan sumber penghasilan.
Pandangan itu yang diamini oleh ekonom senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini. Pemerintah perlu menghadirkan demokrasi ekonomi dalam langkah mengejar pertumbuhan ekonomi. Hal ini dilakukan dengan memberikan akses kepada seluruh masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi dan memajukan industri.
Selain mendukung masyarakat, industrialisasi juga dapat menggerakkan berbagai sektor ekonomi, termasuk sektor primer dan jasa. Artinya, akan ada efek berganda (multiplier effect) yang muncul bila industrialisasi dilangsungkan.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyiapkan strategi industrialisasi terfokus agar target lebih jelas dan terukur. Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti merinci terdapat enam sektor yang menjadi target, di antaranya sektor berbasis sumber daya alam (SDA), industri kimia dan logam, industri barang konsumsi berkelanjutan, industri berbasis inovasi dan riset, industri berteknologi menengah tinggi, dan industri kreatif.
Untuk industri berbasis SDA, arahnya terkait dengan hilirisasi. Pada masa Jokowi, hilirisasi berpusat pada komoditas nikel, sedangkan Prabowo berencana memperluas cakupan hilirisasi. Terkait hal ini, Bappenas mengejar hilirisasi pada sektor agro (pertanian, perkebunan, dan kehutanan), tambang selain komoditas nikel, serta sumber daya laut, yang dianggap menjadi daya jual utama SDA Indonesia.
Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal Hans Kwee pun mengamini bahwa hilirisasi bakal menciptakan sentimen positif di kalangan investor, ihwal efeknya yang dapat mengurangi deindustrialisasi dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
Namun, segala upaya itu harus diiringi dengan perbaikan kualitas birokrasi. Menyambung kasus Apple dan Tesla, Indonesia butuh berefleksi soal reformasi struktural. Banyak ekonom yang menyoroti urgensi ini, termasuk ekonom Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teuku Riefky dan ekonom Bright Institute Awalil Rizky. Reformasi birokrasi diharapkan dapat menciptakan iklim bisnis dan investasi yang lebih kondusif sehingga dapat menarik perhatian para investor.
Kembali ke target Prabowo, impiannya mengejar pertumbuhan ekonomi 8 persen bertujuan untuk mengeluarkan Indonesia dari perangkap negara pendapatan menengah atau middle income trap. Namun sebetulnya, berdasarkan perhitungan Bappenas, pertumbuhan pada level 6-7 persen yang dipertahankan secara konsisten hingga 2045 sudah cukup untuk membuat Indonesia keluar dari jebakan tersebut.
Tentu pertumbuhan yang lebih tinggi dapat mengakselerasi tercapainya impian itu. Akan tetapi, Awalil Rizky mengusulkan agar Pemerintah lebih berfokus pada kualitas pertumbuhan ekonomi, alih-alih angka pertumbuhannya.
Baca juga: Artikel - Kondisi ekonomi Israel setelah setahun penyerbuan Palestina
Baca juga: Artikel - Kecil-kecil si cabe rawit dari NTT itu adalah UMKM
Baca juga: Opini - Besarnya nilai ekonomi dan kesehatan pada daun kelor
Setelah mencapai kualitas pertumbuhan yang baik, baru Indonesia bisa naik level ke misi berikutnya, yakni mengejar pertumbuhan 8 persen.
Ikhtiar memajukan perekonomian tentu perlu mempertimbangkan pandangan dari berbagai sisi. Angka 8 persen yang dianggap tinggi pun bukan berarti mustahil untuk diwujudkan.
Dengan kehadiran diskursus yang multiperspektif ini, diharapkan dapat menjadi acuan Pemerintah untuk menemukan titik tengah bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga langkah yang diambil dapat memberikan dampak nyata bagi negara.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menemukan titik tengah antara angka dan kualitas pertumbuhan ekonomi