200 Siswa Diliburkan Akibat Sekolahnya Disegel

id Sekolah

200 Siswa Diliburkan Akibat Sekolahnya Disegel

Kepala Dinas PPO Kabupaten Kupang Imanuel Baun

"Anak-anak tidak bisa mengikuti pelajaran sejak Kamis (12/1), karena sekolah mereka disegel oleh warga yang mengaku sebagai pemilik lahan," kata Imanuel Buan.
Kupang (Antara NTT) - Lebih dari 200 siswa SDN dan SMPN III Kupang Barat di Desa Oematnunu, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur terpaksa diliburkan, akibat sekolah mereka disegel oleh sejumlah warga yang mengaku sebagai pemilik lahan.

"Anak-anak tidak bisa mengikuti pelajaran sejak Kamis (12/1), karena sekolah mereka disegel oleh warga yang mengaku sebagai pemilik lahan," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Kupang Imanuel Buan ketika dihubungi dari Kupang, Jumat.

Untuk mengatasi masalah tersebut, kata dia, pihaknya telah mengutus tiga orang pengawas ke lokasi tersebut untuk berdialog dengan warga yang mengakui sebagai pemilik lahan tersebut.

Ia mengatakan kasus penyegelan yang dilakukan oleh sejumlah warga yang mengaku pemilik lahan di atas lokasi dibangunnya SD Negeri dan SMP Negeri III Kupang Barat di Desa Oematnunu tersebut telah didengarnya sejak Kamis (12/1).

"Saya mendapat informasi tersebut dari Kepala Sekolah Agustinus Lepankari, dan langsung mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut," ujarnya.

Ia menambahkan akibat kegiatan penyegelan tersebut, 200-an siswa SD dan SMPN III Kupang Barat tidak bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar, sebagaimana mestinya. "Anak-anak terpaksa diliburkan, karena kondisinya tidak memungkinkan," katanya menambahkan.

Latar masalah
Titus Buifena, salah seorang tokoh masyarakat Desa Oematnunu yang juga pemilik lahan tersebut mengatakan latar belakang persoalan sampai pihaknya menyegel kedua gedung sekolah tersebut, karena kepala sekolah setempat memberhentikan salah seorang anak mereka yang berstatus sebagai pegawai tata usaha.

"Kami terpaksa menutup kedua sekolah tersebut, karena anak kami diberhentikan dengan alasan yang tidak jelas," tuturnya.

Sebelum sekolah tersebut dibangun pada tahun 1998, kata Titus, sudah ada perjanjian antara pemerintah daerah setempat dengan pemilik lahan untuk mempekerjakan anak mereka sebagai penjaga sekolah dan tata usaha.

Namun dalam perjalanan, lanjut Titus, kepala sekolah di kedua sekolah tersebut mengeluarkan surat keputusan yang berisi pemecatan seorang tata usaha dan dua orang penjaga sekolah yang selama ini hanya dibayar Rp150.000/bulan selama hampir 10 tahun.

Atas dasar pemecatan tersebut, mereka pun langsung menyegel kedua sekolah tersebut dan menelantarkan 200-an siswa yang tengah menekuni proses belajar mengajar di SDN dan SMPN III Kupang Barat.