Kupang (Antara NTT) - Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Alor Mesak Blegur mengatakan daerahnya telah memiliki kawasan konservasi perairan yang disebut `Suaka Alam Perairan Selat Pantar` dengan luasan sekitar 250.000 hektare.
"Meskipun telah memiliki kawasan konservasi seluas itu, namun pelaksanaannya hingga saat ini masih gamang," kata Mesak saat menjadi pemateri dalam diskusi bertajuk Efektivitas Jejaring Kawasan Konservasi Perairan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang dilaksanakan secara bersama WWF-Indonesia, TNC dan DKPP NTT, Jumat.
Menurut dia, dengan lahirnya Undang-Undang 23 Tahun 2014 terkait urusan penyelenggaraan kelautan, rencana konservasi dan seluruh pelaksanaannya di Kabupaten Alor yang sebelumnya telah ditetapkan tidak berjalan. Bahkan badan pengelola dibatalkan, monitoring evaluasi tidak berjalan, penganggaran tidak ada, sehingga tujuan pembentukan kawasan konservasi jauh dari terwujud.
Dia mengatakan, pemerintah provinsi harus membentuk badan pengelola dengan pendekatan `co-management` dengan kabupaten dan kota sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 35 Tahun 2015.
"Jika pemerintah provinsi hanya menunjuk seorang petugas di kabupaten kami sangat pesimis pelaksanaan konservasi itu akan maksimal terlaksana," katanya.
Dia mengusulkan, sebaiknya ada lembaga pengelolalangsung di kabupaten apapun nama dan strukturnya, sehingga bisa lebih maksimal fokus berkerja dan selanjutnya akan terjadi integrasi fungsi dan kebijakan dimana perencanaan dan monitoring serta evaluasi dilakukan di provinsi dengan pelaksanaan dilakukan di kabupaten.
Ketua Dewan Konservasi Perairan (DKPP) Provinsi NTT Benyamin Lola, mengatakan, secara kelembagaan akan dibangun sinergitas pengelolaan konservasi kelautan di wilayah berkarater kepulauan itu sehingga bisa berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itulah, maka Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur terus mendorong percepatan efektivitas jejaring kawasan konservasi perairan di seluruh daerah tersebut.
Menurut dia dengan hadirnya Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang salah satunya melimpahkan kewenangan pengelolaan kelautan dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi, maka penting terus didorong sinergitas untuk kepentingan percepatan dan efektivitas pelaksanaan konservasi yang ada.
Pemerintah daerah harus tetap melakukan sejumlah pengawasan dan terus melakukan koordinasi pengelolaan kawasan dengan pemerintah provinsi sebagai pemegang kendali kerja sama tersebut.
Hal ini tentu sangat penting untuk mendapatkan sebuah sinergi yang akan menjadikan satu keputusan yang bisa memberikan dampak kemajuan bagi seluruh masyarakat, terutama yang bermukim di daerah.
Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat disebut sebagai provinsi konservasi karena menyumbang hampir 30 persen kawasan konservasi perairan dari hampir 20 juta hektare target kawasan perairan di Indonesia.
"Meskipun kita sudah menyumbang luasan yang besar, yang terpenting adalah memastikan kawasan tersebut mampu berkontribusi bagi ekosistem dan kesejahteraan," katanya.
MPA for Fisheries Manager WWF-Indonesia Anton Widjonarno, menyampaikan WWF-Indonesia selaku mitra siap mendukung inisiatif daerah dalam percepatan pelaksanaan UU 23/2014 terkait penyelanggaran urusan kelautan dan perikanan.
"Kami berkomitmen untuk mendukung pemerintah dalam memastikan tidak terjadinya kekosongan pengelolaan kawasan konservasi perairan dan pengelolaan perikanan secara berkelanjutan," katanya.
Sementara itu, Deputy Director TNC Imran Amin meminta agar segera ada percepatan terkait rencana konservasi tersebut untuk kepentingan masyarakatnya. "Jejaring ini harus segera didorong karena sudah tertunda kurang lebih lima tahun," katanya.
Kabupaten Alor Miliki Kawasan Konservasi
Pemerintah provinsi harus membentuk badan pengelola dengan pendekatan `co-management` dengan kabupaten dan kota sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.35 Tahun 2015.