Artikel - Trash Hero, gerakan asyik tanpa plastik

id sampah plastik,Trash Hero NTT

Artikel - Trash Hero, gerakan asyik tanpa plastik

Warga mendorong sampannya keluar dari muara Sungai Air Hitam Laut yang tercemar sampah plastik di Tanjungjabung Timur, Jambi, Selasa (22/10/2019). Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan jumlah timbunan sampah di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun dengan 15 persen diantaranya merupakan sampah plastik yang sebagiannya belum dikelola dan terbuang ke perairan. (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/wsj).

Masalah sampah plastik di Indonesia lagi-lagi menjadi sorotan publik. Melihat perkembangan masalah sampah plastik, agaknya pemerintah memang sudah harus mempercepat perbaikan sistem pengelolaannya.
Kupang (ANTARA) - Berbicara tentang sampah, seakan tak pernah habisnya, mengingat sampah merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari umat manusia.

Pada setiap harinya, setiap manusia pasti akan memproduksi sampah, entah itu sampah organik, maupun non-organik.

Salah satu jenis sampah yang cukup meresahkan masyarakat dunia dewasa ini adalah sampah plastik, karena ditengarai mampu menghasilkan emisi karbon yang tinggi, sehingga menimbulkan perubahan iklim yang mengakibatkan kondisi planet bumi bertambah panas.

Selain bahaya tersebut, sampah plastik juga sangat sulit terurai dengan baik di tanah, karena rantai karbonnya yang panjang dan mikro organisme juga sulit mengurainya.

Selain itu, jika sampah plastik tersebut dibakar maka akan sangat mengganggu sistem pernapasan, karena aroma asapnya tidak bagus buat kesehatan.

Dilansir dari cnnindonesia.com, pada tahun 2015 silam, Indonesia bertengger di peringkat kedua dunia sebagai penghasil sampah plastik yang dibuang ke laut dengan volume sebesar 187,2 juta ton, setingkat di bawah negeri Tirai Bambu China yang sebanyak 262,9 juta ton.

Penggunaan plastik memang tidak bisa dihindari dalam keseharian hidup manusia, karena plastik pasti akan selalu ada di mana-mana, entah itu di meja makan, di restoran, di taman, di kelas, di dapur, di perkantoran, dan di ruang terbuka umum lainnya.

Atas keprihatinan terhadap persoalan plastik yang kian memburuk ini, lahirlah sebuah organisasi nirlaba bernama Trash Hero, yang didirikan di Thailand pada tahun 2013, sebagai sebuah gerakan global dalam mengatasi sampah plastik.

Pada 2018 lalu, Trash Hero kemudian mengepakkan sayapnya menjadi 135 cabang yang tersebar di 11 negara, masing-masing Australia, Republik Ceko, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Romania, Serbia, Singapura, Swiss, Thailand, dan Amerika Serikat.

Baca juga: 10 mesin pencacah sampah plastik untuk Kota Kupang
Baca juga: Pantai Pasir Panjang jadi titik krusial kerusakan lingkungan


Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Trash Hero tersebar di sejumlah wilayah antara lain di Lembata, Maumere, Labuan Bajo, Ende dan Belu.

Ribuan aksi
Sejak didirikan hingga pertengahan 2019, Trash Hero World sebagai organisasi induk yang menaungi Trash Hero se-dunia telah berhasil melakukan 7.121 aksi bersih dengan melibatkan 230.190 relawan, termasuk 57.317 anak yang berhasil mengumpulkan 1.164.370 kg sampah.

Theresia Wi, pemimpin Trash Hero wilayah Lembata, mengungkapkan misi Trash Hero saat ini hanya fokus kepada masalah sampah plastik,

"Kami di Lembata, misalnya, setiap akhir pekan selalu mengadakan aksi bersih (clean up) untuk memungut sampah, terutama sampah plastik, baik di pasar, di pelabuhan, di pantai, di titik-titik publik," katanya.

Selain mengadakan aksi bersih, Trash Hero juga aktif melakukan kampanye dalam upaya mengurangi penggunaan plastik melalui media sosial, dan menjual botol stainless steel yang pada pertengahan 2019 telah mencapai 88.990 botol.

Artinya, ada sekitar 32,5 juta botol plastik yang berkurang, sementara untuk mengurangi penggunaan kantong plastik yang lazim digunakan saat berbelanja, Trash Hero telah menjual sebanyak 19.860 tas ramah lingkungan, untuk mengurangi 7,25 juta kantong plastik di seluruh dunia.

"Komitmen kami talk less, do more. Harus lebih banyak kerja dari pada bicara. Percuma banyak pesan atau kampanye lewat media, kalau kita tetap berdiam diri dan tidak bergerak bersama," katanya menegaskan.

Theresia menjelaskan, dalam berbagai pendekatan yang mereka lakukan, ada prinsip tertentu yang harus selalu dijunjung, yakni positif, terbuka dan netral, menunjukkan, bukan mengajarkan, lalu ulangi dengan berpikir secara global, beraksi secara lokal, dan tidak melibatkan uang.

"Di Lembata, kami fokus mendaur ulang sampah plastik menjadi kerajinan tangan (handycraft). Kami juga melakukan edukasi ke sekolah-sekolah, dan menyebarluaskan berbagai informasi lewat siapa saja yang sama-sama punya komitmen untuk menjaga dan menyelamatkan masa depan bumi dari bahaya plastik," ujarnya.

Theresia berharap, akan semakin banyak anak muda yang terlibat dalam usaha pengurangan plastik, dimulai dari diri sendiri, sehingga masalah penanganan sampah plastik bisa terwujud dengan baik.

Baca juga: Buang sampah sembarangan didenda Rp500.000 di Penfui Timur
Baca juga: Rp17 miliar untuk penataan TPA sampah di Kota Kupang


Masalah sampah plastik di Indonesia lagi-lagi menjadi sorotan publik. Melihat perkembangan masalah sampah plastik, agaknya pemerintah memang sudah harus mempercepat perbaikan sistem pengelolaannya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jenna R Jambeck dari University of Georgia, pada tahun 2010 ada 275 juta ton sampah plastik yang dihasilkan di seluruh dunia dan sekitar 4,8 - 12,7 juta ton di antaranya terbuang dan mencemari laut.

Jutaan sampah plastik
Indonesia memiliki populasi pesisir sebesar 187,2 juta yang setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik yang tak terkelola dengan baik. Sekitar 0,48 - 1,29 juta ton dari sampah plastik tersebut diduga mencemari lautan.

Data itu juga mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah pencemaran sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia. China memimpin dengan tingkat pencemaran sampah plastik ke laut sekitar 1,23-3,53 juta ton/tahun.

Pencemaran plastik di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Saat ini, industri-industri minuman di Indonesia merupakan salah satu sektor yang pertumbuhannya paling pesat.

Pada kuartal I tahun 2019, pertumbuhan industri pengolahan minuman mencapai 24,2 persen secara tahunan (YoY) hanya kalah dari industri pakaian jadi.

Banyak dari hasil akhir produk minuman menggunakan plastik sekali pakai sebagai packaging. Minuman-minuman tersebut dapat dengan mudah ditemui di berbagai gerai ritel, baik modern maupun tradisional.

Pertumbuhan industri minuman yang sangat pesat tentu saja akan menghasilkan pertumbuhan jumlah sampah plastik yang semakin banyak. Terlebih saat ini kapasitas pengolahan limbah plastik masih terbilang minim.

Berdasarkan penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia, pada tahun 2017, jumlah impor sampah plastik (HS 3915) China mencapai 5,8 juta ton. Jumlah terbesar berasal dari Jepang dan negara-negara Eropa.

Namun pada November 2017, pemerintah China dengan tegas melarang impor sampah plastik, sehingga para eksportir kebingungan mencari alternatif tempat pembuangan. Terbukti di tahun 2018, jumlah impor sampah plastik China turun drastis hingga sebesar 51.000 ton saja.

Alhasil, negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia mendapat limpahan sampah plastik dari negara-negara yang sebelumnya mengekspor ke China.

Hal itu mengakibatkan volume impor sampah plastik Indonesia pada tahun 2018 mencapai 320.000 ton atau naik hingga 150 persen dari tahun sebelumnya.*

Baca juga: Berburu sampah di sepanjang Pantai Pasir Panjang
Baca juga: Arftikel - Masalah sampah yang tak pernah berakhir