BPTP: waktu tanam petani di NTT bergeser hampir sebulan

id musim tana,bptp,fuso,rawan pangan di ntt,waktu tanam petani,musim tanam di NTT,musim tanam di NTT bergeser,musim tanam j

BPTP: waktu tanam petani di NTT bergeser hampir sebulan

Tony Basuki sedang mengamai tanaman. (ANTARA/Bernadus Tokan)

Pergeseran waktu tanam ini sebagai konsekuensi dari gangguan curah hujan pada musim ini.
Kupang (ANTARA) - Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melaporkan, waktu tanam petani di daerah itu mengalami pergeseran hampir sebulan dibanding musim tanam tahun 2018/2019.

"Biasanya dalam kondisi normal, waktu tanam pada lahan kering umumnya jatuh antara akhir November sampai tengah Desember, tetapi sekarang jatuh pada awal Januari sampai pertengahan Januari 2020," kata Peneliti Sumber Daya pada BPTP NTT, Tony Basuki, kepada ANTARA di Kupang, Sabtu (8/2).

Pergeserab waktu tanam ini, menurut dia, sebagai konsekuensi dari gangguan curah hujan pada musim ini. Pergeseran musim tanam pada tahun 2019/2020 ini boleh dibilang ekstrem, katanya.

Baca juga: Produksi sumber pangan NTT 2019/2020 disebut alami penurunan

Menurut dia, dampaknya bisa mengganggu penurunan produksi pangan, khususnya jagung bahkan bisa menjurus pada puso.

Berdasarkan data dan informasi yang teramati, pada 70 desa di tujuh kabupaten yang menyebar di Pulau Timor dan Pulau Sumba menunjukkan bahwa baru 26 desa atau 37 persen yang menanam per 29 Desember 2019.

Bahkan kata dia, ada empat kabupaten, yaitu Malaka, Belu, Timor Tengah Utara dan Timor Tengah Selatan yang saat itu belum tanam.

Tetapi, pada awal Januari 2020, hujan cenderung mulai merata, sehingga para petani berlomba untuk menyelesaikan penanaman dengan memprioritaskan penananaman jagung.

Posisi pada 17 Januari 2020, kata dia, terkumpul data dan informasi pada wilayah yang sama, ternyata hampir 100 persen desa dari 70 desa telah tanam, walaupun belum semua lahan ditanami.

Menurut dia, berdasarkan informasi teknis ini, maka ada dua kemungkinan implikasi, yakni pertama, akan terjadi penurunan produksi 50 sampai 60 persen dari biasanya dan kedua, bisa terjadi puso atau gagal panen.

Alasannya karena jika terjadi akhir musim hujan seperti musim sebelumnya, yang biasanya jatuh pada akhir Maret atau awal April, dengan waktu tanam awal Januari sampai pertengahan Januari, maka peluang tanaman jagung yang mulai masuk fase pembungaan mengalami stres hingga menjadi kering.

Namun jika waktu tanam jatuh pada akhir Januari, maka kemungkinan yang terjadi adalah gagal panen karena sebelum pembungaan sudah terjadi kekeringan.

Dua kemungkinan ini kata dia, bisa terjadi sekalipun curah hujan bulan Februari normal, ujaranya.

Baca juga: Peneliti ingatkan pemerintah segera merespon serangan hama ulat grayak di NTT