Pengamat : Ada dua pertimbangan pilkada 9 Desember 2020

id pilkada 2020,ntt,marianus kleden,unwira

Pengamat : Ada dua pertimbangan pilkada 9 Desember 2020

Pengamat politik dari Unwira Kupang, Nusa Tenggara Timur, Dr. Marianus Kleden, MSi. (ANTARA/Bernadus Tokan)

Pertimbangan pertama adalah dengan adanya COVID-19, manajemen pemerintahan menjadi sedikit kacau, khususnya dalam kaitan dengan hirarki wewenang
Kupang (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Dr. Marianus Kleden menilai, keputusan pemerintah untuk tetap menyelenggarakan pilkada serentak pada 9 Desember 2020 karena adanya dua pertimbangan yang sangat mendasar.

"Pertimbangan pertama adalah dengan adanya COVID-19, manajemen pemerintahan menjadi sedikit kacau, khususnya dalam kaitan dengan hirarki wewenang," kata Marianus Kleden, MSi kepada ANTARA di Kupang, Rabu (3/6).

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unwira ini mengemukakan hal itu, berkaitan dengan keputusan pemerintah dan DPR untuk tetap menggelar pilkada 2020 pada 9 Desember 2020.

"Menurut saya, pertimbangan mendasarnya adalah dengan adanya COVID-19, manajemen pemerintahan menjadi sedikit kacau, khususnya dalam kaitan dengan hirarki wewenang," katanya.

Baca juga: Petahana dilarang lakukan mutasi ASN selama penundaan pilkada
Baca juga: Pilkada saat pandemi harus akomodir hak politik rakyat


"Kadang-kadang bupati mengambil tindakan tanpa berkonsultasi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat," katanya.

Karena itu seluruh cela bagi kekacauan manajemen pemerintahan harus segera ditutup.

Salah satunya, mereka yang sudah selesai masa jabatannya, harus segera diganti. Dan kevakuman kekuasaan tidak boleh ada, katanya menambahkan.

Pertimbangan kedua adalah bahwa pada Juni 2020, kita sudah memasuki era new normal, dengan satu ide utama yaitu bahwa persebaran dan transmisi COVID-19 bisa dikontrol.

Selain itu, hingga akhir Juni kegiatan sosial sudah boleh berlangsung, dan Juli seluruh kegiatan ekonomi sudah bisa dilakukan.

Itu artinya, aktivitas ibadah dan aktivitas politik dengan jumlah massa yang relatif besar sudah boleh dilakukan. Semuanya tentu tetap memperhatikan protokol kesehatan, katanya.