Kupang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur mengimbau warga agar jangan memelintir perstiwa konflik lahan di Pubabu Besipa, Kabupaten Timor Tengah Selatan, dengan menempatkan pemerintah sebagai pelaku yang melakukan kekerasan terhadap warga.
Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Humas Setda Provinsi NTT Marius Jelamu, kepada wartawan di Kupang, Kamis, terkait tanggapan pemerintah provinsi terhadap konflik lahan yang kembali terjadi di Pubabu Besipae pada Rabu (14/10).
“Kami mengimbau supaya masyarakat tidak memelintir kejadian yang ada, atau kemudian mengedit video seolah-seolah pemerintah melakukan kekerasan terhadap warga,” katanya.
Baca juga: Konflik memperebutkan lahan kembali terjadi di Besipae
Pemerintah provinsi, lanjut dia, meminta semua elemen untuk menempatkan peristiwa atau insiden di Pubabu Besipae secara proporsional, karena itu pihaknya juga mengundang media massa agar bisa menyampaikan informasi yang berimbang.
Lebih lanjut Marius Jelamu pun membantah bahwa ada tindakan kekerasan yang dilakukan aparat pemerintah kepada warga Pubabu Besipae.
“Pemerintah adalah bapak mamanya rakyat dan tidak mungkin menyengsarakan rakyat. Karena itu dalam seluruh kebijakan pembangunan kita berusaha agar kerja sama pemerintah dan masyarakat berjalan dengan baik,” katanya.
Ia mengatakan, lahan di Besipae merupakan aset pemerintah provinsi NTT yang telah dirancang agar ke depannya menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.
Program Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wakil Gubernur Josef Nae Soi yakni tanam jagung panen sapi akan diterapkan di Besipae secara keseluruhan.
“Tujuanannya agar lahan yang ada diberdayakan. Tidak dibiarkan menjadi lahan tidur. Karena itu pemerintah dan masyarakat berusaha untuk secara bersama-sama mengelola lahan itu,” katanya.
Baca juga: Pemprov NTT laporkan tindak kekerasan terhadap staf di Besipae
Baca juga: WALHI segera surati Gubernur NTT minta hentikan aktivitas di Besipae
Pemprov imbau warga jangan pelintir konflik lahan di Besipae
Kami mengimbau supaya masyarakat tidak memelintir kejadian yang ada, atau kemudian mengedit video seolah-seolah pemerintah melakukan kekerasan terhadap warga