Gugatan Terhadap Pencemar Laut Timor Salah Alamat

id pencemaran

Gugatan Terhadap Pencemar Laut Timor Salah Alamat

Arif Havas Oegroseno

"Sangat disesalkan ada kesalahan nama tergugat yang diajukan Pemerintah Indonesia ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata Herman Jaya.
Kupang (Antara NTT) - Direktur Ocean Watch Indonesia (OWI) Herman Jaya mengatakan gugatan terhadap perusahaan pencemar Laut Timor PTTEP Australasia yang diajukan Pemerintah Indonesia, ternyata salah alamat karena nama tergugat salah.

"Sangat disesalkan ada kesalahan nama tergugat yang diajukan Pemerintah Indonesia ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima Antara di Kupang, Kamis.

Herman menjelaskan gugatan Pemerintah Indonesia yang terkesan masih sangat prematur itu dipaksakan untuk diajukan ke PN Jakarta Pusat oleh Deputi I Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno.

"Havas Oegroseno harus dimintai pertanggungjawaban karena nama para tergugat yang dicantumkan ternyata salah, entah itu dilakukan dengan sengaja atau memang disebabkan ketidaktahuannya," katanya.

Pemerintah RI menggugat BUMN Thailand PTTEP yang telah mencemari perairan dan pantai-pantai selatan Pulau-pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur akibat meledaknya anjungan minyak Montara di Laut Timor pada 21 Agustus 2009.

Pemerintah melalui Kementerian LHK bertindak sebagai penggugat atas nama Negara terhadap The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTTEP AA) yang berkedudukan di Australia sebagai tergugat I.

Selain itu, The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited berkedudukan di Thailand, sebagai tergugat II, serta The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL) berkedudukan di Thailand, sebagai tergugat III.

"Sementara PTTEP AA sebagai tergugat I tidak hadir tanpa keterangan dalam sidang perdana di PN Jakarta Pusat itu," katanya.

Namun, Majelis Hakim akan memanggil PTTEP AA secara resmi lewat pengadilan untuk hadir dalam sidang berikutnya yang akan digelar pada 22 November 2017.

Menurut Herman, perkara itu bermula dari Deputi Arif Havas Oegroseno yang mengatakan ketiga perusahaan itu bertanggungjawab secara sendiri-sendiri maupun tanggung renteng berdasarkan prinsip hukum nasional dan hukum internasional atas meledaknya kilang minyak Montara pada 2009 silam.

Pemerintah Indonesia mengajukan gugatan terhadap perusahaan pencemar Laut Timor itu dengan total ganti rugi sebesar Rp23 triliun.

Menurut Herman, pihaknya menerima informasi dari jaringan OWI di Jakarta sekitar dua minggu yang lalu bahwa Havas Oegroseno telah mengirimkan surat faksimili ke Perwakilan RI di Canberra dan Sydney untuk mencari tahu nama yang benar dari perusahaan pencemar Laut Timor untuk merubah gugatannya.

"Jaringan OWI di Jakarta menyatakan dalam surat faksimili itu juga Havas meminta dan menyampaikan beberapa hal yang belum dapat saya ungkapkan," katanya.

Namun menurutnya, upaya itu seolah mengeliminir sikap tegas Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang berkomitmen penuh untuk menyelesaikan kasus pencemaran tersebut.

"Yang pasti Havas telah menugaskan dua orang stafnya ke Australia guna menemui Perwakilan RI di Canberra dan di Sydney, untuk maksud tersebut," katanya.

Untuk itu, Herman meminta Presiden Joko Widodo dan Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan untuk segera meminta pertanggungjawaban Arif Havas Oegroseno atas tindakannya yang salah itu.

"Bagi kami, masalah pencemaran Laut Timor ini menyangkut harga diri dan kedaulatan bangsa Indonesia, sehingga Havas Oegroseno patut untuk dimintai pertanggungjawabannya," demikian Herman Jaya.