40 restoran di Kota Kupang kantongi sertifikat CHSE

id NTT,Disparekraf NTT,usaha restoran,restoran Kota Kupang,sertifikat CHSE

40 restoran di Kota Kupang kantongi sertifikat CHSE

Sekretaris Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT Alexander Koroh (kiri) saat memberikan keterangan dalam jumpa pers di Kupang, Rabu (17/3/2021). (ANTARA/Aloysius Lewokeda)

Ini juga tentu mendukung pemulihan sektor pariwisata kita di NTT karena restroan merupakan bagian dari usaha jasa yang penting bagi pariwisata
Kupang (ANTARA) - Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Provinsi Nusa Tenggara Timur mencatat sebanyak 40 unit restoran di Kota Kupang telah mengantongi sertifikat CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environmental Sustainability) dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

"Untuk kita di Kota Kupang sudah ada 40 restoran yang mendapat sertifikat CHSE sehingga bisa menjamin kepercayaan kepada konsumen atau wisatawan yang menggunakan produk mereka," kata Sekretaris Disparekraf NTT Alexander Koroh kepada wartawan di Kupang, Rabu, (17/3).

Ia mengatakan kepemilikan sertifikat CHSE ini penting bagi pelaku usaha di tengah kondisi pandemi COVID-19 sehingga produk yang mereka suguhkan terjamin layak dikonsumsi.

Oleh karena itu, kata dia puluhan restoran di Kota Kupang yang sudah mengantongi sertifikat CHSE ini menjadi modal besar untuk menghidupkan kembali usahannya dari dampak pandemi COVID-19.

"Ini juga tentu mendukung pemulihan sektor pariwisata kita di NTT karena restroan merupakan bagian dari usaha jasa yang penting bagi pariwisata," katanya.

Tidak hanya restoran, lanjut dia namun juga semua destinasi wisata, home stay, perhotelan, dan sebagainya juga harus mendapat sertifikat CHSE bahkan sampai pada kategori Indonesia Care.

Alexander mengakui memang masih ada banyak hal yang perlu dibenahi untuk bisa mendapatkan sertifikat CHSE dalam mendukung pembangunan sektor pariwisata di provinsi berbasiskan kepulauan ini.

Ia mencontohkan seperti dari segi keamanan di destinasi wisata yang disoroti karena praktik pungutan liar atau pun pemalakan, selain itu masalah sampah yang belum terkendali, dan sebagainya.

Baca juga: Asita sebut permintaan paket wisata ke NTT mulai masuk untuk Juni

Baca juga: Sikka rancang pariwisata segitiga emas


"Hal-hal seperti ini yang memang harus kita benahi secepatnya dan pemerintah provinsi tentu tidak bisa mengatasi sendiri karena kewenangan mengurus destinasi itu paling banyak ada di kabupaten/kota," katanya.