Sekilas nampak, tidak ada yang berbeda dari rumah bercat hijau itu. Sama seperti rumah lain di pinggiran Jalan Cak Doko, Kota Kupang. Rumah itu seakan menyerap semua kebisingan ibu kota Nusa Tenggara Timur.
Satu-satunya yang membuat berbeda adalah spanduk di depannya yang bertuliskan Marianus Sae-Emilia Nomleni (MaMa). Ya, rumah sederhana itu adalah tempat tinggal Mama Emi, sapaan akrab Cawagub NTT tersebut.
"Ini rumah tua warisan Bapak dan Mama," kata Ivony Christina Nomleni, kakak kandung Mama Emi, di rumah yang tak jauh dari SMAN 1 Kupang, Kamis (22/3).
Beberapa bagian di dinding rumah bercat hijau itu pun tampak sudah retak. Sungguh rumah yang sangat sederhana jika dibanding tempat tinggal para pejabat atau politisi lain.
"Kita bukannya tidak mau rehab. Tapi kita mau suasana rumah ini terlihat alami, seperti sewaktu masih ada Bapak dan Mama," kata Ivony.
Walau sederhana, isi rumah ini lebih ramai dari yang dibayangkan. Di rumah tak lebih dari 200 meter persegi itu, Mama Emi tinggal bersama 10 saudaranya. Ada juga anak-anak asuh yang tinggal bersama.
Layaknya rumah seorang politisi, ada juga tempat untuk berkumpul dan rapat. Tempat yang sekarang banyak digunakan relawan MaMa itu pun hanya disanggah oleh bambu berwarna kuning. Sementara di bagian luar rumah didirikan tenda sampai ke tempat berjualan di pinggir jalan.
Baca juga: PDIP hadapi tantangan besar dalam Pilgub NTT
Baca juga: PDIP tetap usung Emilia dalam Pilgub 2018
Yanti (45), ibu penjual gorengan di depan rumah Mama Emi, becerita kesederhanaan politisi perempuan PDI Perjuangan itu juga tampak dari kehidupannya sehari-hari. Dia mengenang, sewaktu terjadi banjir di Noelmina, Mama Emi tampil berbeda saat mengunjungi lokasi bencana.
"Karena situasi mendadak dan darurat, Mama Emi pergi mengenakan celana pendek. Sampai di sana, sebagian besar pejabat lain mengenakan pakaian yang sangat rapi," kata Yanti sambil tertawa.
Yanti yang sudah berjualan 18 tahun di depan rumah Mama Emi juga senang jika perempuan berambut perak tersebut pergi ke pasar. Sebab, dia akan membeli sesuatu ke pedagang dengan sama rata.
"Maksudnya kalau membeli lima kilogram daging, dia akan membeli di lima penjual. Masing-masing satu kilo. Biar semua rasa. Sebagai seorang pedagang, saya merasakan betul kesenangan yang dirasakan para pedagang pasar itu," katanya sambil tertawa.
Selain kesederhanaan, Mama Emi juga tidak berubah dalam memegang adat dan budaya Timor. Hal ini tampak dari buah-buah pinang yang berhamburan di dapur rumahnya.
"Dia (Mama Emi) tetap mengingat budaya dan kebiasaan kami. Lempengan buah pinang itu memberi arti kami tetap hidup dalam rumah yang selalu memegang teguh budaya dan adat istiadat kami," kata Ivony.
Sejak kecil, Mama Emi juga selalu hidup dalam keberagaman. Hal inilah yang membuat perempuan 52 tahun itu selalu mengedepankan pluralisme dan kebhinekaan dalam setiap perjuangan politiknya.
"Bapak kami dari suku Timor, Mama dari Kupang. Kami biasa mendiskusikan sesuatu dengan sikap terbuka. Kami tidak pernah memaksa sesuatu kepada yang lain untuk diikuti. Kami belajar itu dari kecil.Jadi dari dulu, kami sudah alami indahnya keberagaman," kata Ivony.
Suka memasak
Meski disibukkan dengan urusan politik, Mama Emi yang sudah dua periode menjadi anggota DPRD NTT ini ternyata masih memerhatikan kebutuhan-kebutuhan detail dalam rumah. Dia juga masih suka memasak untuk saudara-saudara dan anak-anak asuhnya.
"Kalau pagi-pagi, dia biasa cek, apakah teh sudah disiapkan untuk anak-anak atau belum. Karena di rumah banyak orang, biasanya kami siapkan teh dalam ceret atau sebuah termos yang besar. Biar semua bisa dapat. Emi biasa cek hal-hal begitu," ujar Ivony.
"Walau sudah jadi anggota Dewan, dia tetap memasak, sebelum ke kantor. Masak juga harus dalam porsi banyak," kata Inovy sambil tertawa.
Sosok Mama Emi yang penuh terobosan dan perhatian membuat saudara-saudaranya tidak terlalu heran jika pada akhirnya Emi mencapai sebuah posisi yang baik dalam karier politiknya.
"Sekarang ini dia maju (Pilgub NTT), bagi kami biasa saja. Karena kita tahu jiwa pemimpin ada padanya dari dulu. Dia mau jadi bupati atau apa, kita tidak heran. Kalau kembali ke rumah, kita berkumpul lagi dan merasa tidak ada jarak," tutupnya.
Wanita pertama
Emi Nomleni adalah seorang calon Wakil Gubernur NTT yang berpasangan dengan Cagub NTT Marianus Sae yang saat ini terjerat hukum ketika ditangkap oleh KPK beberapa waktu lalu jelang penetapan calon.
Dalam sejarah perpolitikan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Emi merupakan sosok wanita pertama yang maju dan bertarung sendiri tanpa pasangannya untuk kampanye agar bisa bersaing dengan tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur lainnya.
Dalam sebuah kesempatan kepada pewarta Antara, ia mengatakan walaupun sendiri ia akan tetap berjuang sampai titik darah penghabisan dalam sistem perpolitikan di provinsi berbasis kepulauan itu. "Saya tetap maju. Saya yakin pasti bisa dengan dukungan dan doa dari teman-teman saya," ujarnya
Pasangan Marianus Sae dan Emi Nomleni atau yang dikenal dengan Paket Marhaen diusung oleh Partai PDI Perjuangan dan PKB untuk maju dalam Pilgub Juni 2018 mendatang.
alam Pilgub 2018, ada empat pasangan bakal calon yang akan bertarung, masing-masing Viktor Lasikodat-Yoseph Nae Soi (Victory-Joss), Esthon Foenay-Christian Rotok (Eshton-Chris), Benny K Harman-Benny A Litelnoni (Harmoni), serta pasangan Marianus Sae-Emilian Nomleni.
Paket Victory-Joss diusung Partai NasDem, Golkar dan Hanura dengan kekuatan 24 kursi di parlemen, paket Esthon-Chris didukung Partai Gerindra dan PAN, pasangan Harmoni didukung Partai Demokrat, PKS dan PKPI, serta pasangan Marianus-Nomleni didukung PDIP dan PKB.
Baca juga: Pilkada 2018 - Flores jadi penentu kemenangan Pilgub NTT
Feature - Emilia, sosok wanita sederhana jadi Cawagub NTT
Dalam sejarah perpolitikan NTT, Emi merupakan sosok wanita pertama yang maju dan bertarung sendiri tanpa pasangannya untuk kampanye agar bisa bersaing dengan tiga pasangan calon gubernur-wakil gubernur NTT lainnya.