Kupang (AntaraNews NTT) - PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Kupang, sejak Senin (23/7) menghentikan pelayaran ke sejumlah lintasan penyeberangan di provinsi berbasis kepulauan Nusa Tenggara Timur (NTT), akibat gelombang di perairan laut tidak bersahabat.
"Sudah sejak Senin (23/7) kami menghentikan pelayaran karena gelombang laut dilaporkan sangat ganas," kata Manager ASDP Cabang Kupang Burham Zahin kepada Antara di Kupang, Selasa (24/7)
Lintasan penyeberangan yang dihentikan sementara itu antara lain Kupang-Sabu, Kupang-Ende, dan Kupang-Aimere. "Lintasan penyeberangan ini mestinya sesuai jadwal diberangkatkan pada Senin, (23/7), tetapi karena cuaca sehingga dibatalkan," katanya.
Dia berharap, gelombang di wilayah perairan laut cepat reda sehingga kapal-kapal bisa beroperasi kembali dengan normal.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kupang melaporkan gelombang setinggi 2-6 meter berpotensi terjadi di wilayah perairan laut Nusa Tenggara Timur selama 23-24 Juli 2018.
Berdasarkan hasil analisa BMKG, dalam dua hari ke depan gelombang setinggi enam meter berpotensi terjadi di Samudera Hindia, selatan Nusa Tenggara Timur dan perairan laut selatan Pulau Sumba. Gelombang setinggi lima meter berpotensi terjadi di Laut Sawu dan Selat Sumba bagian selatan.
Baca juga: BMKG: Gelombang tinggi akibat Mascarene High
Selain itu gelombang setinggi empat meter berpotensi terjadi di perairan laut Selat Sape, sedangkan gelombang setinggi 3,5 meter berpotensi terjadi di perairan selatan Kupang, Pulau Rote, dan Laut Timor, selatan Nusa Tenggara Timur.
Gelombang setinggi 2-2,5 meter berpotensi terjadi di perairan Selat Alor, Selat Ombai, Selat Flores, Lamakera, dan Boleng. Tinggi gelombang itu bisa mencapai dua kali lipat dari prakiraan BMKG.
Kepala Seksi Observasi dan Informasi BMKG Stasiun El Tari Kupang, Ota Welly Jenni Thalo, mengatakan gelombang tinggi yang terjadi di wilayah perairan laut saat ini akibat "Mascarene high".
Selain tekanan tinggi yang bertahan di Samudra Hindia, masuknya periode puncak musim kemarau (Juli-Agustus), khususnya di wilayah Indonesia bagian selatan (Jawa, Bali dan Nusa Tenggara).
Kondisi ini ditandai dengan berhembusnya massa udara yang dingin dan kering dari wilayah Australia yang berdampak pada minimnya potensi hujan. Selain terjadi peningkatan kecepatan angin di wilayah Indonesia bagian selatan, katanya.
Baca juga: NTT diterjang gelombang hingga 6 meter