Kupang (AntaraNews NTT) - Pengamat lahan pertanian tanaman dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr IW Mella, PhD berpendapat pemanfaatan potensi lahan kering di Nusa Tenggara Timur harus dilakukan secara terintegrasi antara pertanian tanaman dan ternak.
Dalam percakapannya dengan Antara di Kupang, Minggu (16/9), Mella mengatakan pemanfaatan potensi lahan kering di daerah ini harus ditunjang oleh ketersediaan air yang cukup agar tetap berkelanjutan.
Ia mendukung langkah pemerintahan Viktor Bungtilu Laiskodat-Josef Nae Soi yang berobsesi untuk mengembangkan pertanian dan peternakan di NTT dengan dukungan lahan kering yang ada.
Viktor Bungtilu Laiskodat setelah dilantik menjadi Gubernur NTT oleh Presiden Jokowi di Istana Negara Jakarta, Rabu (5/9), mengatakan akan memberi prioritas pada produksi hasil peternakan dan pertanian sebagai komoditas unggulan NTT, dalam 100 hari masa pemerintahannya.
Mella mengatakan prioritas yang diberikan pemerintahan Gubernur NTT Viktor Laiskodat itu memang tidak keliru, namun dukungan air untuk pertanian lahan kering pada musim kemarau, patut juga mendapat perhatian serius.
Pasalnya, musim kemarau di NTT jauh lebih lama sekitar 8-9 bulan, sedang musim hujan hanya berlangsung hanya 3-4 bulan dalam setahun.
Baca juga: Gubernur NTT akan optimalkan produksi pertanian dan peternakan
Karena itu, kata dia, pemanfaatan potensi lahan kering untuk pertanian harus dilakukan secara terintegrasi antara pertanian tanaman dan ternak, karena ketersediaan sumber air yang sangat terbatas pada musim kemarau.
Menurut dia, secara alami, kondisi tanah di Nusa Tenggara Timur memiliki kesuburan yang cukup baik dalam mendukung usaha pertanian lahan kering.
Faktor penghambat fisik yang lain adalah kedalaman tanah untuk menopang kehidupan tanaman, namun pembatas ini dapat diatasi jika ketersediaan air yang cukup.
Selain itu, pemilihan jenis tanaman yang memiliki sistem perakaran yang intensif dan dalam, agar tetap bertahan meski tumbuh di atas wadas tanah karang.
Mengenai jenis tanaman umbi dan kacang, ia mengatakan, jenis tanaman ini secara sosial budaya seperti halnya jagung sudah diterima atau sudah adaptif secara fisik dan sosial budaya terhadap pola konsumsi.
"Sekali lagi pengembangan komoditi lahan kering harus menganut sistem usaha tani terpadu, dan harus ditunjang oleh kedaulatan air yang di dalamnya ada ketahanan air untuk bidang pertanian," katanya.
Baca juga: Produktivitas pertanian di NTT masih rendah
Artinya, tambah Mella, hal yang paling penting dalam pengembangan pertanian maupun peternakan di Nusa Tenggara Timur adalah ketersediaan air.
"Tanpa ketersediaan air yang memadai, rencana untuk meningkatkan produksi pertanian dan peternakan di provinsi berbasis kepulauan ini hanya sebatas angan belaka," demikian IW Mella.