"Perubahan iklim membuat siklus hidup hama menjadi lebih cepat karena suhu meningkat," kata Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN Yudhistira Nugraha dalam diskusi bertajuk pengendalian hama utama dan gulma pada tanaman pangan di Jakarta, Kamis, (7/3/2024).
Ia menjelaskan suhu udara yang menghangat akibat perubahan iklim juga memengaruhi biotipe pada organisme pengganggu tanaman.
Varietas tanaman pangan yang dulunya tahan terhadap hama, sekarang, akibat perubahan iklim menjadi peka karena siklus hidup yang berkembang cepat.
"Hama juga mengalami penyesuaian untuk bisa bertahan hidup, sehingga hama harus mengubah biotipenya," kata dia.
Dia menyampaikan bahwa petani dapat melakukan pengendalian hama tanpa merusak lingkungan.
Aktivitas pengendalian hama bukan berarti menghilangkan hama sepenuhnya, karena hal itu bisa mempmengaruhi ekosistem. Kegiatan pengendalian dalam batas aman agar populasi hama tidak merusak dan mengganggu produktivitas tanaman.
Yudhistira mencontoh beberapa cara pengendalian hama mulai dari merekayasa lingkungan, memperbanyak musuh alami hama, dan opsi paling terakhir penggunaan pestisida.
Bahkan, konsep pengendalian hama terpadu juga bisa diimplementasikan dan disesuaikan dengan perubahan zaman yang terjadi sekarang.
Peneliti Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN Muhammad Yasin mengatakan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 278 juta jiwa memerlukan pangan yang cukup banyak. Serangan organisme pengganggu tanaman telah menimbulkan masalah dalam peningkatan produksi tanaman pangan.
Ia menjelaskan penggunaan pestisida nabati berbahan sereh wangi dan minyak cengkih dapat digunakan untuk mengendalikan hama utama pada tanaman jagung dan sorgum. Pestisida nabati efektif mengendalikan ulat grayak, cendawan, pengerek batang, dan pengerek tongkol.
Bahan baku pestisida nabati lainnya yang bisa digunakan untuk mengendalikan hama tanaman pangan adalah ekstrak daun nimba, ekstrak bawang putih, hingga ekstrak daun tembakau.
Baca juga: BRIN bilang krisis pangan kian nyata di masa depan
Baca juga: BRIN akan melakukan uji coba Observatorium Nasional Timau di pertengahan 2024
Baca juga: Fenomena El Nino bertahan hingga pertengahan 2024
Baca juga: BRIN temukan sumber pestisida nabati dari suku jambu
Yudhistira mencontoh beberapa cara pengendalian hama mulai dari merekayasa lingkungan, memperbanyak musuh alami hama, dan opsi paling terakhir penggunaan pestisida.
Bahkan, konsep pengendalian hama terpadu juga bisa diimplementasikan dan disesuaikan dengan perubahan zaman yang terjadi sekarang.
Peneliti Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN Muhammad Yasin mengatakan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 278 juta jiwa memerlukan pangan yang cukup banyak. Serangan organisme pengganggu tanaman telah menimbulkan masalah dalam peningkatan produksi tanaman pangan.
Ia menjelaskan penggunaan pestisida nabati berbahan sereh wangi dan minyak cengkih dapat digunakan untuk mengendalikan hama utama pada tanaman jagung dan sorgum. Pestisida nabati efektif mengendalikan ulat grayak, cendawan, pengerek batang, dan pengerek tongkol.
Bahan baku pestisida nabati lainnya yang bisa digunakan untuk mengendalikan hama tanaman pangan adalah ekstrak daun nimba, ekstrak bawang putih, hingga ekstrak daun tembakau.
Baca juga: BRIN bilang krisis pangan kian nyata di masa depan
Baca juga: BRIN akan melakukan uji coba Observatorium Nasional Timau di pertengahan 2024
Baca juga: Fenomena El Nino bertahan hingga pertengahan 2024
Baca juga: BRIN temukan sumber pestisida nabati dari suku jambu
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Intensitas serangan hama meningkat akibat perubahan iklim