Artikel - Lamale, perambah bakau yang berubah jadi penebar berkah
Manfaat hutan bakau yang demikian besar itu mengharuskan setiap warga merawatnya, agar tanaman ini senantiasa menebar kesejahteraan bersama...
Lamale yang berdomisili di Kelurahan Mentawir yang kini masuk kawasan Kota Nusantara, ibu kota negara baru Indonesia itu, dulu, adalah perambah hutan bakau untuk dijadikan arang.
Akan tetapi setelah sekian lama merambah hutan mangrove, akhirnya hati Lamale terketuk menjaga kelestarian bakau.
Pria itu menutup usaha pembuatan arang dari bahan baku mangrove pada 1998 yang telah berjalan sekitar 2 tahun karena takut masuk penjara. Apalagi kala itu Pemerintah gencar sosialisasi perlindungan hutan bakau.
Pada 2001, ia memutuskan untuk menjaga kelestarian hutan mangrove di Kelurahan Mentawir dengan mencegah penebangan hutan bakau untuk dialihfungsikan menjadi tambak. Ia juga dan mengedukasi masyarakat menyangkut manfaat hutan mangrove.
Ia mulai aktif menanam bakau pada 2014 atas bantuan perusahaan milik negara. Lalu pada 2016 -- 2017 melakukan pembibitan sekaligus menanam bakau bersama warga setempat.
Lamale secara swadaya menanam dan memindahkan bibit ke lahan kosong dan wilayah pantai yang rentan abrasi.
Bersama anggota kelompoknya, Lamale merawat bibit bakau yang tumbuh di bawah pohon induk, kemudian memindahkan dan merawatnya di lokasi lain untuk penghijauan.
Pohon-pohon induk dijaga sebagai sumber bibit yang terus berproduksi secara alami. Setiap daerah memiliki karakter tanah, air, dan lingkungan yang berbeda sehingga karakter pohon juga berbeda.
Hutan bakau di Kelurahan Mentawir, Kecamatan Sepaku, yang dijaga Lamale bersama kelompoknya seluas 7.620 hektare, sebagian besar berada dalam lahan konsesi milik PT Inhutani I Batu Ampar Divisi Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan
Dari 7.620 hektare hutan mangrove itu, seluas 1.850 hektare untuk konservasi dan sekitar 500 hektare jadi objek wisata yang dikelola oleh Pokdarwis Kelurahan Mentawir.
Pelestarian hutan bakau di ujung wilayah Teluk Balikpapan di Kelurahan Mentawir, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara yang dilakukan Lamale selama lebih kurang 23 tahun itu sangat bermanfaat bagi nelayan sebagai tempat menangkap kepiting, udang, dan ikan.
Ketekunan Lamale merawat hutan bakau telah menebar berkah bagi warga sekitar hingga hari ini.
Ketekunan Lamale merawat hutan bakau telah menebar berkah bagi warga sekitar hingga hari ini.
Kiprah serupa juga dilakukan Siti Rukiyah (57), warga Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara. Ia mulai berkecimpung penanaman bakau pada 2003.
Pada saat itu ada kelompok pemuda menanam mangrove di Kelurahan Kampung Baru untuk mencegah meluasnya erosi pantai.
Sebab, dari tahu 1988 sampai 2002, di pesisir pantai Kampung Baru terus terjadi pengikisan yang mengakibatkan air pasang laut kerap menggenangi area permukiman warga setempat dan jalan umum.
Akan tetapi, penanaman bakau yang dilakukan kelompok pemuda itu tidak dilanjutkan dengan pemeliharaan sehingga banyak mangrove yang baru ditanam mati.
Pada waktu pertama kali terlibat dalam program penanaman bakau, Siti Rukiyah tidak mengetahui tujuan dari penanaman mangrove itu karena program penghijauan biasanya hanya dilakukan di darat, bukan di bibir pantai.
Siti Rukiyah yang merupakan Ketua Kelompok Usaha Wanita Bina Bersama Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, --beserta anggota yang terdiri atas ibu-ibu--mulai aktif menanam bakau pada 2004.
Pada tahun itu Kelompok Usaha Wanita Bina Bersama menanam mangrove sebanyak 3.000 bibit dan pada tahun sama mendapatkan bantuan sebanyak 15.000 bakau.
Setelah 3.000 bibit mangrove yang ditanam pertama berusia 3 bulan, dilanjutkan lagi dengan penanaman 15.000 bibit dan dapat menghijaukan lahan seluas 10 hektare.
Keaktifan memelihara lingkungan menjadikan kelompok wanita itu terus mendapatkan bantuan bibit mangrove dari Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara maupun perusahaan yang beroperasi di daerah itu.
Kelompok itu pada 2005 juga mendapat bantuan melalui program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) untuk pembibitan bakau sebanyak 33.000 pohon.
Kemudian pada awal 2006, bibit sebanyak itu ditanam sehingga luas area yang dihijaukan bertambah menjadi sekitar 20 hektare.
Program penanaman dan pemeliharaan bakau terus dilakukan kelompok itu sampai sekarang sehingga luas hutan mangrove yang dirimbunkan mencapai 50 hektare.
Lokasi penanaman bakau berhadapan langsung dengan Selat Makassar, yang setiap musim angin selatan kerap kali dihantam ombak besar sehingga menjaga kelestarian mangrove di wilayah pesisir Kelurahan Kampung Baru bukan perkara mudah.
Perjuangan Kelompok Usaha Wanita Bina Bersama selama 21 tahun itu dapat dinikmati dengan rimbunnya hutan bakau di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Penajam.
Selain tidak terjadi lagi banjir pasang air laut dan mencegah terjadi abrasi, buah mangrove juga dikelola menjadi produk sirup dan makanan ringan yang dapat meningkatkan perekonomian warga Kelurahan Kampung Baru.
Benteng pesisir yang bermanfaat