Pemerintah Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat hingga 22 November 2024 pukul 20.00 WITA, total korban terdampak erupsi mencapai 12.962 jiwa, dan tersebar di enam pos lapangan. Rinciannya, sebanyak 7.363 jiwa menempati posko, dan 5.599 jiwa lainnya secara mandiri menempati rumah warga atau keluarga dan berstatus pengungsi mandiri.
Tiga minggu sudah penyintas erupsi Gunung Lewotobi dari beberapa desa di Kecamatan Titihena dan Wulanggitang harus terpisah dari kehidupan kampung karena aktivitas gunung api yang masih terus erupsi. Trauma psikis dan kerugian materiel melengkapi peliknya hidup sebagai penyintas erupsi.
Harapan warga untuk kehidupan yang lebih baik, nyaman dan aman dari ancaman erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki terbuka melalui konsep relokasi. Pemerintah meminta warga yang bermukim dalam radius tujuh kilometer dari puncak gunung untuk menempati lahan yang akan disiapkan.
Program ini disambut baik para penyintas erupsi. Petrus menjelaskan mayoritas warganya setuju dengan keputusan relokasi demi keselamatan, walaupun terasa berat meninggalkan kehidupan di kaki gunung.
Saat ini, ia berkantor sementara di bawah terpal yang dinaungi pohon jambu di Desa Lewolaga, Kecamatan Titihena. Kantor desa darurat itu berada di depan rumah kerabatnya yang bersedia menerima Petrus sebagai pengungsi mandiri.
Setiap hari, silih berganti warga mengantarkan formulir pernyataan bersedia untuk direlokasi oleh pemerintah.
Warga desa menginginkan agar titik relokasi tidak jauh dari perkampungan lamanya. Sebab, mayoritas warga merupakan masyarakat agraris yang menggantungkan hidup dari sektor pertanian dan peternakan.
Petrus khawatir titik relokasi yang jauh akan menyulitkan masyarakat saat bekerja karena biaya operasional yang tinggi dan berdampak pada perekonomian warga, terlebih lahan pertanian di kampung lama akan terus digarap warga sebagai penopang hidup.
Seperti halnya Petrus dan warganya di Klatanlo, Kepala Desa Boru Alfons Kelasa Soge menyatakan dia dan warganya juga siap direlokasi. Ada lebih dari 3 ribu warga dari dua dusun di Desa Boru terdampak erupsi Gunung Lewotobi. Jaraknya yang hanya lima kilometer dari pusat erupsi Lewotobi Laki-laki mengharuskan mereka untuk direlokasi.
Seluruh lahan pertanian warga terdampak, hasil pertanian warga tahun ini tidak mendapatkan hasil karena seluruh tanaman perkebunan seperti kelapa, kakao dan tanaman perkebunan lainnya terdampak erupsi.
Relokasi yang tengah diupayakan pemerintah menjadi harapan baru bagi warga untuk terlepas dari kekhawatiran dan trauma bencana alam. Langkah ini sekaligus memberikan kehidupan yang layak melalui penyediaan lahan yang memiliki kepastian hukum dan ketersediaan sarana prasarana penunjang kehidupan yang layak.
Hal senada juga disampaikan warga Desa Nawakote, Karolus Kune Boru, yang setuju dengan program relokasi yang dilakukan pemerintah demi keselamatan warga yang bermukim di kaki Gunung Lewotobi Laki-laki.
Persetujuan Karolus tidak lepas dari rasa trauma yang mendalam. Dia melihat langsung kerabatnya menjadi korban luka berat akibat letusan Gunung Lewotobi Laki-laki dan kedua kaki kerabatnya harus diamputasi.
Keselamatan warga menjadi prioritas dalam masa tanggap darurat saat ini. Namun, penyintas juga berharap pemerintah memperhatikan pemulihan ekonomi warga terdampak erupsi, sehingga warga di lokasi relokasi nantinya dapat berdaya dan bangkit dari keterpurukan akibat bencana alam.
Program relokasi