Jakarta (ANTARA) - Komisi III DPR RI menjadwalkan untuk mengundang Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) untuk mendalami polemik penghitungan kerugian negara dalam kasus korupsi timah di Bangka Belitung (Babel) mencapai Rp271 triliun.
"Insya-Allah kalau nanti disepakati dalam pleno kami akan mengundang Jampidsus untuk berdiskusi soal ini. Jadi semua masukan masyarakat, termasuk teman-teman asli Babel ini, kami akan sampaikan juga pada rapat tersebut," kata Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman.
Hal tersebut disampaikannya setelah menerima audiensi Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (15/1).
"Masyarakat asli di sana mempertanyakan penghitungan kerugian negara yang Rp271 triliun tersebut, apakah tepat? Karena sepertinya ya kalau menurut pendapat teman-teman ini terlalu eksesif, terlalu berlebihan alias terlalu lebay," ujarnya.
Habiburokhman menyampaikan bahwa perwakilan DPD Perpat Babel mempertanyakan penghitungan kerugian negara Rp271 triliun oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Bambang Hero Saharjo selaku saksi ahli dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada kurun 2015–2022.
Sebab, lanjut dia, perwakilan masyarakat lokal menilai besaran penghitungan tersebut menyebabkan perekonomian daerah setempat menjadi lemah lantaran masyarakat maupun perusahaan takut melakukan aktivitas pertambangan imbas kasus tersebut.
"Ini menurut teman-teman ya saya simpulkan sehingga akhirnya justru merusak perekonomian di Babel, tempat teman-teman ini tinggal sampai ada juga dampak ekonominya, ekonomi masyarakat menjadi lemah karena yang tadinya hidup dari sektor tambang timah ini," tuturnya.
Habiburokhman pun mengatakan pihaknya akan menggelar rapat kerja bersama Kejaksaan dalam waktu dekat usai masa reses berakhir pada 20 Januari.
Adapun di awal, Ketua DPD Perpat Babel Andi Kusuma menilai penghitungan kerugian negara sebesar Rp271 triliun itu janggal sehingga pihaknya meminta Komisi III DPR RI untuk dapat ikut mengusutnya.
"Kami tidak melindungi koruptor, tapi kehadiran kami di sini ini mungkin melalui perpanjangan tangan Komisi III DPR RI hari ini, kami meminta misteri Rp271 triliun ini mungkin bisa diungkap," ujar dia.
Dia juga menilai penghitungan hasil kerugian negara itu sangat tidak relevan dan bertentangan dengan kewenangan penghitungan kerugian negara seperti didalilkan Kejaksaan Agung melalui Bambang Hero selaku saksi ahli pada sidang kasus korupsi timah.
"Sehingga seharusnya negara maupun aparat penegak hukum dapat mempertimbangkan hal-hal guna menjamin kepastian hukum dan keadilan hukum di negara Indonesia," ucap Andi.
Sebelumnya, Rabu (8/1), Andi Kusuma melaporkan Guru Besar IPB Prof Bambang Hero Saharjo ke Polda Bangka Belitung, dengan tuduhan memberikan informasi yang tidak sesuai fakta atau keterangan palsu, sebagaimana diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sementara itu, Senin (13/1), Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menilai pelaporan Prof Bambang Hero Saharjo ke polisi adalah langkah yang salah besar.
Harli menjelaskan bahwa posisi ahli dalam memberikan keterangan dengan dasar pengetahuannya adalah bebas dan dijamin oleh undang-undang.
Apabila mengacu pada Pasal 1 angka 28, Pasal 120, dan Pasal 186 KUHAP serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2004 tentang Pelindungan Saksi dan Korban, menurut dia, justru ahli harus dilindungi dalam memberikan keterangan.
Baca juga: Helena Lim jalani sidang perdana dalam kasus dugaan korupsi timah 2015--2022
Baca juga: Kejagung buka kemungkinan periksa pejabat publik terkait kasus korupsi timah