Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memenangkan gugatan terhadap dua perusahaan tambang nikel beroperasi di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), yang harus membayar ganti rugi kerugian ekologis dan ekonomis sebesar Rp47,9 miliar.
"Gugatan ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam menurunkan tingkat pelanggaran terhadap lingkungan hidup. Ini adalah wujud nyata perjuangan negara untuk menegakkan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang layak, bersih, dan sehat," ujar Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Dodi Kurniawan di Jakarta, Rabu.
Capaian penting dalam penegakan hukum lingkungan hidup terjadi, katanya, melalui putusan yang dibacakan pada 5 Juni 2025 dengan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan sebagian gugatan banding KLH/BPLH terhadap PT James & Armando Pundimas (PT JAP) dan PT Bhima Amarta Mining (PT BAM), serta menghukum kedua perusahaan tambang tersebut untuk membayar ganti rugi kerugian ekologis dan ekonomis sebesar Rp47.972.808.539.
Gugatan itu bermula pada 2021 ketika ditemukan alat berat yang beroperasi di kawasan Hutan Produksi di Desa Lamondowo, Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara.
Aktivitas penambangan nikel ilegal tersebut dilakukan oleh PT JAP dan PT BAM tanpa izin yang sah serta berada di dalam wilayah hutan yang dilindungi.
Dia menyebut proses hukum berawal pada 2022 ketika Pengadilan Negeri (PN) Kendari menjatuhkan vonis bersalah kepada Direktur PT JAP atas pelanggaran pidana berupa pendudukan kawasan hutan secara ilegal.
Berdasarkan hasil tersebut, KLH/BPLH mengajukan gugatan perdata terhadap kedua perusahaan ke PN Jakarta Pusat pada 29 Desember 2023. Namun putusan PN Jakarta Pusat pada 21 Februari 2025 menolak gugatan tersebut melalui putusan Nomor 8/PDT.G/LH/2024/PN Jkt.Pst.
Upaya banding dilakukan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hasilnya, Majelis Hakim tingkat banding yang diketuai oleh Ida Bagus Dwi Yantara dengan anggota Nelson Pasaribu dan Multining Dyah Ely Mariani membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama dan mengabulkan sebagian tuntutan.
PT JAP dan PT BAM dinyatakan terbukti menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di area seluas 2,8 hektare serta diwajibkan membayar ganti rugi sebagaimana ditetapkan dalam amar putusan.
Dodi menyampaikan kemenangan gugatan itu menjadi tonggak penting dalam menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani kerusakan lingkungan akibat aktivitas industri ekstraktif.
Dalam pernyataan serupa Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH Rizal Irawan kembali menekankan pentingnya keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
"Putusan ini menjadi bukti bahwa hukum masih bisa berpihak pada lingkungan. Ini adalah sinyal kuat bahwa pelaku usaha tidak bisa lagi mengabaikan dampak ekologis dari aktivitas mereka. KLH/BPLH akan terus mendorong upaya pencegahan dan penindakan terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di seluruh Indonesia," kata Rizal.
Dia menekankan putusan tersebut menjadi preseden penting dan menunjukkan KLH/BPLH konsisten memperjuangkan keadilan ekologis serta memperkuat supremasi hukum dalam perlindungan lingkungan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KLH menangkan gugatan Rp47,9 miliar atas kerusakan dua tambang nikel