Paskah Bukan Untuk Pamer Kekuatan

id Paskah

Paskah Bukan Untuk Pamer Kekuatan

Ketua Sinode GMIT Pendeta Mery Kolimon

Umat kristiani di NTT diharapkan tidak menjadikan Paskah sebagai ajang pameran kekuatan yang dapat mengganggu hubungan dalam masyarakat.
Kupang (Antara NTT) - Majelis Sinode GMIT (Gereja Masehi Injili di Timor) mengingatkan umat kristiani di daerah ini agar tidak menjadikan Paskah sebagai ajang pameran kekuatan yang dapat mengganggu hubungan dalam masyarakat.

"Paskah tahun ini berlangsung dalam tema `Kebangkitan Kristus Membebaskan Kita dari Kuasa Kematian` (Roma 6:10). Tema tersebut menegaskan makna peristiwa Paskah sebagai bagian dari karya Allah untuk membebaskan seluruh makhluk dari belenggu penindasan," kata Ketua Majelis Sinode GMIT Pdt Dr Mery L Y Kolimon dalam pesan Paskah 2017 di Kupang, Jumat.

Dalam pesan Paskah yang ditandatangani bersama Sekretaris Sinode GMIT Pdt. Yusuf Nakmofa, M. Th ditegaskan bahwa terhadap kuasa kematian yang menindas, menguras dan menyengsarakan manusia dan alam, Allah tidak berdiam diri. Kuasa kematian tampak melalui kemiskinan, korupsi, kekerasan dan eksploitasi yang berlebihan terhadap sesama manusia dan alam.

Tema ini katanya, mendorong umat Kristen untuk sungguh-sungguh mengambil peran dalam mengentaskan kemiskinan, memerangi korupsi, memperkuat solidaritas dan merawat lingkungan.

Dalam semangat tema Paskah di atas, Majelis sinode GMIT menyampaikan beberapa pesan terkait dengan sejumlah masalah yang sedang mengemuka dalam masyarakat kita sekarang ini.

Akhir-akhir ini pertanian lokal mengalami banyak kemunduran. Tidak sedikit petani meninggalkan lahannya dan menekuni pekerjaan lain, ujarnya. Kondisi ini menambah kompleksitas masalah kemiskinan.

Mereka yang berpindah keluar daerah sebagai buruh migran (TKI dan TKW) tanpa bekal ketrampilan memadai, rentan menjadi korban perdagangan orang.

"Dalam rangka keprihatinan sosial gereja terhadap realitas kemiskinan, kami mendorong jemaat-jemaat GMIT untuk memanfaatkan momen perayaan Paskah sebagai kesempatan untuk melakukan langkah-langkah penyadaran dan pemberdayaan di bidang pertanian," katanya.

Situasi ekonomi masyarakat sekarang ini makin timpang. Orang kaya cenderung berkuasa agar makin nyaman dan bertambah kaya. Sementara orang miskin dipersulit, bahkan dieksploitasi, sehingga tidak berdaya, menurutnya.

Tidak sedikit lahan ulayat yang dicaplok untuk pertambangan, pariwisata, pengembangan kawasan industri, dan peternakan berskala besar. Akibatnya, lahan pertanian masyarakat, kawasan hutan dan daerah tangkapan air semakin sempit, tambahnya.

"Menghadapi konflik sosial akibat kesenjangan ekonomi, kami menegaskan sikap keberpihakan gereja terhadap mereka yang dirampas haknya, termasuk alam yang tidak bisa bersuara bagi dirinya. Badan-badan pelayanan pada semua lingkup gereja perlu sungguh-sungguh berjuang bersama dengan mereka yang terpinggirkan dari berbagai sumber-sumber ekonomi," ujarnya.

Misalnya dengan sedapat mungkin berhemat dalam hal pembangunan gedung gereja agar lebih optimal dalam aksi-aksi solidaritas untuk keadilan bagi yang lemah.

Media informasi dan komunikasi menyuguhkan banyak pilihan berita dan tontonan. Suguhan informasi yang negatif menyebabkan kerapuhan spiritual, ujarnya.

"Kita prihatin atas berbagai fenomena di masyarakat, seperti tindakan kekerasan, sikap cinta uang, perilaku korupsi, mengutamakan kesenangan dan kepentingan diri, keluarga, kelompok etnis dan golongan sendiri hingga mengabaikan, bahkan membenci mereka yang berbeda," katanya.