Kupang (Antara NTT) - Wali Kota Kupang Jonas Salean mengatakan perlu pengaturan ketat bagi aktivitas pengeboran air tanah di wilayah ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur yang kian marak untuk menjaga eksistensi sumber air baku dalam tanah.
"Kami akan segera berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki otoritas dalam memberikan izin bagi pelaksanaan pengeboran air tanah di Kota Kupang," kata Jonas Salean kepada Antara di Kupang, Jumat.
Dia mengatakan hal itu menjawab kecenderungan saat ini warga Kota Kupang banyak yang membuat sumur bor lalu memperjualbelikan airnya dengan harga yang lumayan mencekik di saat kemarau panjang melanda setiap tahun.
Air sumur tersebut diperjual-belikan memakai truk tangki rata-rata berukuran 5.000 liter dengan harga berkisar antara Rp180.000,- hingga Rp200.000,- tergantung jarak angkut dari depo pengisian ke rumah pelanggan.
Saat ini di kota Kupang diperkirakan terdapat puluhan sumur bor air bersih yang beroperasi seperti itu dan dikhawatirkan dapat mengganggu ekosistem dan kelestarian alam apabila tidak dikelola dengan baik.
Menurut Jonas, kewenangan perizinan pengeboran air tanah oleh warga berada di pihak pemerintah provinsi dan oleh karena itu penting bagi Pemerintah Kota Kupang untuk menyampaikan soal pembatasan izin tersebut.
Hal itu sangat beralasan, karena jika kian banyak sumur bor yang dibuat, maka dikhawatirkan akan menyebabkan penyusutan sumber air baku bawah tanah, apalagi bila tidak diikuti dengan reboisasi dan pemanfaatan daerah tangkap air yang memadai.
Dengan demikian maka, Kota Kupang suatu ketika akan benar-benar hampa air dan tidak lagi bisa menghasilkan sumber air baku bawah tanah, katanya.
"Jika tidak terjadi hujan dan kemarau terus melanda maka dipastikan daerah ini akan terkena bencana yang luar biasa," katanya.
Oleh karena itu, Pemerintah Kota Kupang memiliki kepentingan untuk membatasi terjadinya pemanfaatan air bawah tanah melalui sumur bor yang terus marak dilakukan warga di wilayah ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur ini.
"Ini penting untuk menjaga keberlangsungan dan ketersediaan sumber air bawah tanah di daerah ini," kata Jonas.
Ia menambahkan, seyogyanya, izin pembuatan sumur bor di daerah menjadi kewenangan otonomi pemerintah kabupaten dan kota. agar mempermudah pengawasan pemerintah terhadap aktivitas tersebut.
Tentunya dengan izin yang menjadi otonomi pemerintah kabupaten dan kota kata Jonas, akan lebih mudah disesuaikan dengan kondisi kebutuhannya di daerah itu, termasuk penetapan lokasinya.
"Kan daerah yang tahu persis lokasi dan kebutuhan serta potensi air bawahnya di daerah masing-masing. Harusnya kabupaten dan kota yang miliki izin itu," katanya.
Di tengah kondisi krisis air bersih saat ini, marak terjadi aktivitas pembuatan sumur bor untuk suplai air baku bawah tanah di Kota Kupang dengan sistem jual beli.
"Air dibeli oleh pemilik mobil tangki sebagai penyalur dengan harga murah tetapi mereka menjualnya ke warga dengan harga cukup tinggi. Ini sudah sangat merisaukan warga. Untuk itu penting ada pembatasan kepemilikan sumber air bawah tanah melalui sumur bor," katanya.
Di tengah kemarau, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Kupang akan mengalami devisit air baku hingga 800 liter/detik karena menurunnya debit.
Dalam kondisi normal di kala debit berada pada posisi terbaiknya, air baku milik PDAM akan beralir sangat baik dengan komposisi 1.200 liter/detik. Kondisi krisis air bersih sudah menjadi langgan warga Kota Kupang di saban tahun saat kemarau tiba.