Kemenkes: Stunting di NTT dipengaruhi persoalan kompleks

id Stunting

Kemenkes: Stunting di NTT dipengaruhi persoalan kompleks

Kepala Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr Siswanto saat diwawancarai awak media massa di Jakarta, Senin (10/2/2020). (ANTARA/Muhammad Zulfikar)

"Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengatakan masih tingginya angka stunting atau gagal tumbuh anak di Nusa Tenggara Timur (NTT) dipengaruhi persoalan kompleks," kata dr Siswanto.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengatakan masih tingginya angka stunting atau gagal tumbuh anak di Nusa Tenggara Timur (NTT) dipengaruhi persoalan kompleks.

"Secara umum kondisi ekonomi sosial di NTT tidak sebaik provinsi lain," kata Kepala Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr Siswanto di Jakarta, Senin, (10/2).

Selain kondisi sosial dan ekonomi, persoalan ketersediaan pangan, literasi kaum ibu yang masih rendah atau tidak mengetahui sama sekali tentang stunting serta kondisi alam menjadi persoalan kompleks sehingga menyebabkan stunting mencapai 42,6 persen di provinsi itu.

Baca juga: Pemprov NTT klaim prevalensi kekerdilan turun

Untuk mengatasi masalah yang sudah kompleks tersebut, maka harus dilakukan penanganan secara holistik atau menyeluruh. Sebagai contoh, pada kasus itu peran Kementerian Pertanian cukup besar terutama dalam hal penyediaan bahan pangan bagi masyarakat.

"Makanya dukungan dari Kementerian Pertanian harus bagus terutama dalam hal penyediaan makanan bergizi," ujar dia.

Melihat masih tingginya angka stunting di NTT, Yayasan 1000 Hari atau 1000 Days Fund melakukan proyek percontohan di provinsi tersebut. Selama Februari hingga Juli 2020 organisasi nirlaba itu bersama tim Bank Dunia mendistribusikan poster tinggi badan tepatnya di Pulau Rinca, Pulau Messah dan Pulau Komodo.

Beberapa hal yang dilakukan selama proyek percontohan tersebut yaitu sebanyak 159 rumah dikunjungi untuk memasang poster tinggi badan. Sebanyak 22 kader dan tenaga kesehatan menerima pelatihan melalui lokakarya interaktif tentang stunting.

Baca juga: 144 desa di NTT jadi sasaran penanggulangan kekerdilan

Hasil dari riset tersebut yaitu sebanyak 65 persen pengasuh anak mayoritas ibu-ibu mampu mendefinisikan stunting. Kemudian 48 persen pengasuh anak mampu menjelaskan mengapa stunting penting untuk diketahui.

Selanjutnya, 62 persen pengasuh anak tadi mengatakan poster tinggi badan membantu mereka ke perubahan perilaku yang positif. 42 persen pengasuh mengukur tinggi badan anak dan sebagian mencatatnya setiap bulan.

"Ini merupakan awal yang baik dan kami terus berkomitmen untuk melakukan berbagai intervensi dalam upaya pencegahan stunting di Indonesia," kata koordinator penjangkauan Yayasan 1000 Hari Valerie Krisni.

Baca juga: NTT-UNICEF tangani masalah kekerdilan