DPR: Pengembangan wisata premium jangan hambat akses masyarakat
Jika pengembangan kawasan wisata menjadi wisata premium tampaknya dapat menghambat akses ke masyarakat luas, untuk itu perlu dipertimbangkan lagi
Jakarta (ANTARA) - Pengembangan wisata premium, seperti yang digarap pada wisata Komodo di Pulau Rinca, diharapkan jangan sampai menghambat akses terhadap masyarakat luas yang juga ingin mengunjunginya, kata Anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin.
"Jika pengembangan kawasan wisata menjadi wisata premium tampaknya dapat menghambat akses ke masyarakat luas, untuk itu perlu dipertimbangkan lagi," kata Andi Akmal Pasluddin di Jakarta, Kamis, (14/1).
Selain itu, ujar dia, pengembangan dari kawasan wisata tersebut juga diharapkan jangan sampai mengorbankan habitat Komodo yang sudah sangat lama menetap di sana.
Baca juga: BOPLBF sebut pengerjaan kawasan pedestrian Labuan Bajo rampung 100 persen
Namun Akmal Pasluddin mengapresiasi rencana untuk mengembangkan kawasan wisata di sekitar Pulau Komodo dan Pulau Rinca karena dinilai bakal berdampak baik bagi sektor pariwisata, baik di NTT maupun bagi perekonomian nasional.
Sementara itu Anggota Komisi IV DPR RI Darori Wonodipura menekankan perlunya pendekatan yang baik dengan masyarakat agar jangan ada salah paham.
Untuk itu, kata dia, perlu adanya komunikasi yang baik serta kombinasi pendekatan agar dapat terus melestarikan keberadaan spesies Komodo.
Sebagaimana diwartakan Direktur Utama Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF) Shana Fatina menekankan pentingnya sinergi bersama Pemkab Manggarai Barat dan para pemangku kepentingan dalam rangka pengembangan pariwisata desa dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK).
"Perlu sinergitas bersama antara BOPLBF dengan pemkab Manggarai Barat serta stakeholder dalam rangka pengembangan desa di kawasan di TN Komodo," katanya Senin (11/1).
Baca juga: Progres penataan di Loh Buaya capai 64,01persen
Shana juga menegaskan penting sekali bagi masyarakat desa di kawasan TN Komodo untuk memiliki narasi-narasi kebudayaan, ekologi, konservasi, untuk menginspirasi dan memberi edukasi kepada para wisatawan, sehingga masyarakat desa menjadi subyek dan fokus utama sebagai pelaku pariwisata berbasis komunitas.
Ia menambahkan bahwa tata kelola desa dalam kawasan TN Komodo adalah bagaimana menciptakan produk wisata dan alternatif atraksi di desa sehingga ada hiburan lain yang dapat dilihat oleh wisatawan.
Sebelumnya proses penataan sarana dan prasarana wisata alam di lembah Loh Buaya, Pulau Rinca, Labuan Bajo yang dilakukan Kementerian PUPR saat ini sudah mencapai 64,1 persen.
"Penataan sarpras wisata alam di lembah Loh Buaya per 1 Januari 2021 sudah mencapai 64,1 persen," kata Kepala Balai Taman Nasional Komodo Lukita Awang Nistyantara, Kamis (7/1).
Penataan sarana dan prasarana di Loh Buaya itu terdiri dari pembangunan Dermaga Loh Buaya, pengaman pantai, Evelated Deck, pusat informasi, dan pondok ranger/peneliti/pemandu yang berada pada lokasi sarana prasana yang lama.
Pembangunan sarana dan prasarana di lembah Loh Buaya itu mendapat izin lingkungan pada 4 September 2020, dan telah sesuai dengan Permen LHK Nomor 16 Tahun 2020 tentang pedoman penyusunan dokumen lingkungan hidup. Penataan sarana dan prasarana tersebut diperkirakan selesai pada 31 Juli 2021.
"Jika pengembangan kawasan wisata menjadi wisata premium tampaknya dapat menghambat akses ke masyarakat luas, untuk itu perlu dipertimbangkan lagi," kata Andi Akmal Pasluddin di Jakarta, Kamis, (14/1).
Selain itu, ujar dia, pengembangan dari kawasan wisata tersebut juga diharapkan jangan sampai mengorbankan habitat Komodo yang sudah sangat lama menetap di sana.
Baca juga: BOPLBF sebut pengerjaan kawasan pedestrian Labuan Bajo rampung 100 persen
Namun Akmal Pasluddin mengapresiasi rencana untuk mengembangkan kawasan wisata di sekitar Pulau Komodo dan Pulau Rinca karena dinilai bakal berdampak baik bagi sektor pariwisata, baik di NTT maupun bagi perekonomian nasional.
Sementara itu Anggota Komisi IV DPR RI Darori Wonodipura menekankan perlunya pendekatan yang baik dengan masyarakat agar jangan ada salah paham.
Untuk itu, kata dia, perlu adanya komunikasi yang baik serta kombinasi pendekatan agar dapat terus melestarikan keberadaan spesies Komodo.
Sebagaimana diwartakan Direktur Utama Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF) Shana Fatina menekankan pentingnya sinergi bersama Pemkab Manggarai Barat dan para pemangku kepentingan dalam rangka pengembangan pariwisata desa dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK).
"Perlu sinergitas bersama antara BOPLBF dengan pemkab Manggarai Barat serta stakeholder dalam rangka pengembangan desa di kawasan di TN Komodo," katanya Senin (11/1).
Baca juga: Progres penataan di Loh Buaya capai 64,01persen
Shana juga menegaskan penting sekali bagi masyarakat desa di kawasan TN Komodo untuk memiliki narasi-narasi kebudayaan, ekologi, konservasi, untuk menginspirasi dan memberi edukasi kepada para wisatawan, sehingga masyarakat desa menjadi subyek dan fokus utama sebagai pelaku pariwisata berbasis komunitas.
Ia menambahkan bahwa tata kelola desa dalam kawasan TN Komodo adalah bagaimana menciptakan produk wisata dan alternatif atraksi di desa sehingga ada hiburan lain yang dapat dilihat oleh wisatawan.
Sebelumnya proses penataan sarana dan prasarana wisata alam di lembah Loh Buaya, Pulau Rinca, Labuan Bajo yang dilakukan Kementerian PUPR saat ini sudah mencapai 64,1 persen.
"Penataan sarpras wisata alam di lembah Loh Buaya per 1 Januari 2021 sudah mencapai 64,1 persen," kata Kepala Balai Taman Nasional Komodo Lukita Awang Nistyantara, Kamis (7/1).
Penataan sarana dan prasarana di Loh Buaya itu terdiri dari pembangunan Dermaga Loh Buaya, pengaman pantai, Evelated Deck, pusat informasi, dan pondok ranger/peneliti/pemandu yang berada pada lokasi sarana prasana yang lama.
Pembangunan sarana dan prasarana di lembah Loh Buaya itu mendapat izin lingkungan pada 4 September 2020, dan telah sesuai dengan Permen LHK Nomor 16 Tahun 2020 tentang pedoman penyusunan dokumen lingkungan hidup. Penataan sarana dan prasarana tersebut diperkirakan selesai pada 31 Juli 2021.