Analis sebut kemelut Partai Demokrat bukan peristiwa eksidental

id mik bataona,klb dem,klb demokrat,ntt,unwira

Analis sebut kemelut Partai Demokrat bukan peristiwa eksidental

Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Nusa Tenggara Timur Mikhael Raja Muda Bataona (ANTARA/Bernadus Tokan)

Yang paling purba dalam urusan politik adalah pertarungan kekuasaan dan kepentingan, di mana secara ilmu, harus dipahami bahwa tidak ada entitas sosial politik yang sangat solid, bersatu padu dan utuh
Kota Kupang (ANTARA) - Analis politik dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Nusa Tenggara Timur Mikhael Raja Muda Bataona mengatakan, kemelut yang terjadi di pusaran kekuasaan partai Demokrat hingga terbelah dua saat ini, bukan sebuah pristiwa aksidental tapi justru menyejarah dalam jejak pengelolaan partai ini.

"Saya membaca kemelut partai Demokrat tidak boleh direduksi hanya pada kasus KLB hari ini, tetapi harus dicek secara kronologis jejak-jejak pertarungan dan peristiwa latar, juga variabel-variabel kunci yang bermain hingga terjadinya KLB ini," kata pengajar investigatif news dan jurnalisme konflik pada Fisip Unwira Kupang, di Kupang, Sabtu, (6/3) terkait KLB Partai Demokrat. 

Dia mengatakan, residu kongres luar biasa pergantian Anas Urbaningrum ketika itu saat ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah awal mula pecahnya partai ini.

Naiknya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggantikan Anas Urbaningrum, di mana orang-orang Anas kemudian dibabat habis ketika itu adalah basis material atau sebab lainnya yang membuat kasus saat ini demikian parah dan panas. 

Belum lagi dilanjutkan dengan Kongres partai setahun silam yang disebut tidak demokratis, yang menetapkan AHY sebgai Ketua Umum adalah pemicu berikutnya yang turut serta menjadi variabel perusak harmoni partai berikutnya dari internal.

"Jadi fenomena ini jika dikaji dari perspektif politik kekuasaan maka saya kira inilah wajah asli pertarungan kekuasaan di internal partai politik kita. Jamak terjadi dan biasa terjadi karena yang paling purba dalam urusan politik adalah pertarungan kekuasaan dan kepentingan. Di mana, secara ilmu, harus dipahami bahwa tidak ada entitas sosial politik yang sangat solid, bersatu padu dan utuh," katanya. 

Artinya partai politik, tidak mungkin solid. Partai apa pun pasti terfragmentasi dalam banyak faksi. Hanya saja bagaimna kepemimpinannya yang akan menentukan solid tidaknya partai tersebut. 

Sebagai entitas politik, partai politik seperti Demorkat adalah bangunan megah yang hanya nampak kompak dan kokok dari luar tapi di dalamnya sebenarnya tidak seperti itu. 

Dalam setiap partai politik, sudah menjadi hal wajib bahwa sepanjang waktu akan penuh dengan pertarungan, gesekan, kompetisi dan bahkan saling jegal antar faksi.

Karena itu, fenomena KLB Demokrat ini dari kacama mata teori konflik misalnya, itu hal lumrah dn biasa. Tinggal bagaimana manajemen kepemimpinanny, sebab bertarung antar faksi itulah jati diri setiap organisasi politik.

Hanya saja dalam kasus ini Demokrat sedang ketiban sial sebab kepemimpinannya yang tidak mampu menyatukan faksi-faksi dalam partai tersebut. 

Setiap ketua umum partai di segala level harusnya paham apa yang paling primer menjadi budaya dalam politik yaitu perebutan kekuasaan itu abadi. 

"Jadi siapa pun pemimpin partai, harus sudah paham sejak awal bahwa tugasnya adalah memanajemen semua faksi yang saling berkompetisi bahkan saling jegal di internal partai untuk bersatu memberi yang terbaik bagi kemajuan partai. 

Pesan politik 

Kasus Demokrat juga memberi semacam pesan politik bahwa ke depannya, bisa saja akan terjadi fenomena merosotnya aura oligarki politik di Indonesia.

Mengapa merosot? karena faksi-faksi di internal partai saat ini mulai tidak lagi mengakui dan tunduk pada kekuatan elit di internal partai. 

Kekuatan elit yang kadang disebut dalam aliran kritis sebagai oligarki partai politik ini harus diakui sebagai kekuatan pemersatu hampir semua partai di Indonesia. 

Nah, ketika oligarki yang umumnya telah menjelma menjadi elit dalam partai tersebut tidak lagi dihargai oleh semua faksi di internal partai maka jalan menuju perpecahan itu hanya menunggu waktu. 

Jadi kasus Demorkat sampai adanya KLB adalah simbol yang menyingkap fenomena menarik ini. Bahwa meskipun di hampir semua partai politik kita, oligarki itu sangat kuat tapi pada suatu titik bisa saja menjadi tak lagi berwibawa dan tak punya aura. 

Di mana ketika wibawah dan aura oligarki tersebut memudar maka perpecahan partai adalah konsekwensinya. 

"Dalam bahasa lain, Fenomena partai Demokrat ini menurut saya, bisa disebut berbanding lurus dengan tesis lama dalam ilmu politik tentang Hukum Besi Oligarki," katanya. 

Bahwa elit dalam tubuh birokrasi partai politik adalah sumber masalah yang potensial mengahncurkan sebuah partai, tambah pengajar Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Unwira itu. 

Baca juga: Analis sebut Presiden sedang peragakan taktik politik pemindahan tekanan
Baca juga: Pengamat : ide penundaan pilkada terlalu generalis